ASSALAMUALAIKUM

Selasa, 05 Juni 2018

About me

Hallo
Salam kenal saya Salma Urfa dari Pekalongan Jawa Tengah. Saya kelahiran tahun 1998, anak pertama dari tiga bersaudara. Kegiatan sehari-hari saya saat ini adalah kuliah. Saya mengambil kuliah jurusan Pendidikan Agama Islam di IAIN Pekalongan. Saya juga memiliki hobi untuk mengisi waktu senggang saya, lebih tepatnya sih hiburan untuk merefresh otak dari padatnya jadwal kuliah yakni nonton film terutama drama Korea sejenak bisa memberikan hiburan dari jenuhnya aktivitas sehari-hari. Itulah sedikit perkenalan dari saya. Thanks.

Selasa, 01 Mei 2018

Materi Ajar Madrasah Tsanawiyah (MTS ) Kelas VII Semester Ganjil (Materi I)

AKIDAH ISLAM
Pengertian Akidah Islam
Akidah secara bahasa berasal dari kata ('aqada-ya'qidu-aqidatan) yang berarti ikatan,atau perjanjian. Secara istilah adalah keyakinan hati atas sesuatu. Kata ‘akidah’ tersebut dapat digunakan untuk ajaran yang terdapat dalam Islam, dan dapat pula digunakan untuk ajaran lain di luar Islam. Sehingga ada istilah akidah Islam, akidah Nasrani, akidah Yahudi, dan akidah-akidah yang lainnya. Dengan begitu kita juga bisa simpulkan ada akidah yang benar atau lurus dan ada akidah yang sesat atau salah. Dengan begitu juga, akidah Islam (al-akidah al-Islamiyah) bisa diartikan sebagai pokok-pokok kepercayaan yang harus diyakini kebenarannya oleh setiap orang yang mengaku dirinya beragama Islam (Muslim).
Berbicara tentang akidah, yang paling pertama dan utama adalah konsep ketuhanan, baru kemudian konsep-konsep akidah yang lainnya yang sesuai dengan keinginan Allah itu sendiri melalui firman-firmanNya dalam al-Qur'an dan hadis-hadis nabiNya. Ketika seseorang berakidah Islam,maka pondasi awal untuk  membangun akidah/keyakinannya adalah keyakinan terhadap Allah sebagai Tuhan yang wajib disembah, Maha Esa, Pencipta dan Pengatur alam semesta, dan Zat Ghaib yang merupakan sumber dari segala hal, termasukjuga kewajiban menjalankan aturan-aturanNya dalam segala aspek kehidupan baik yang berhubungan dengan ibadah ataupun muamalah yang erat hubungannya dengan interaksi dengan sesama makhluk. Oleh karenanya, misi pertama yang diemban oleh tiap Rasul untuk disampaikan kepada umat manusia adalah konsep ketuhanan ini. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam Qs. an-Nahl:36
”Dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”, maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (Rasul-rasul)”.(Q.S. an-Nahl:36) Begitulah, konsep ketuhanan yang harus diyakini oleh seseorang yang mengaku berakidah Islam, mentauhidkanNya tanpa ada keraguan sedikitpun didalamnya.
Dasar-Dasar Akidah Islam
Akidah Islam adalah sesuatu yang bersifat tauqi¿, artinya suatu ajaran yang hanya dapat ditetapkan dengan adanya dalil dari Allah dan Rasul-Nya. Maka, sumber ajaran akidah Islam adalah terbatas pada al-Qur'an dan Sunnah saja. Karena, tidak ada yang lebih tahu tentang Allah kecuali Allah itu sendiri, kemudian Rasulullah Saw.  selaku pengemban wahyu dari Allah Swt. Baru kemudian pendapat pada ulama yang otonitatif yang dinyatakan oleh Rasulullah sebagai pewarisnya. a. Al-Qur'an Al-Qur'an adalah firman Allah Swt. yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad Saw. dengan perantara Malaikat Jibril. Melalui al-Qur'an inilah Allah menuangkan ¿rman¿rmanNya berkenaan dengan konsep akidah yang benar yang harus diyakini dan dijalani secara mutlak dan tidak boleh ditawar oleh semua umat Islam. Di dalam al-Qur'an banyak terdapat ayat-ayat yang berisi tentang tauhid, diantaranya adalah Qs. al-Ikhlas ayat 1-4 di atas, dan masih banyak lagi yang lain diantaranya
1. Katakanlah: “Dia-lah Allah, yang Maha Esa.
2.  Allah adalah Tuhan yang segala sesuatu bergantung kepada-Nya.
3.  Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,
4.  Dan tidak ada suatu apapun yang setara dengan Dia.” (Q.S. al-Ikhlas:1-4
 Tujuan Akidah Islam
Akidah Islam harus menjadi pedoman bagi setiap Muslim. Artinya setiap umat Islam harus meyakini dan menjalankan pokok-pokok kandungan akidah Islam tersebut dengan tujuan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat dan mendapatkan rido dari Allah Swt. tentunya. Dengan demikian berarti mempelajari pokok-pokok kandungan akidah Islam adalah kewajiban bagi umat Islam dengan tujuan seabagi berikut:
Mengetahui petunjuk hidup yang benar serta dapat membedakan yang benar dan yang salah.
Memupuk dan mengembangkan dasar ketuhanan yang ada sejak lahir.
Manusia adalah makhluk yang berketuhanan. Sejak dilahirkan manusia cenderung mengakui adanya Tuhan. Dengan naluri berketuhanan, manusia berusaha untuk mencari Tuhannya. Kemampuan akal dan ilmu  yang berbeda-beda memungkinkan manusia akan keliru mengenal Tuhan. Dengan akidah Islam, naluri atau kecenderungan manusia akan keyakinan adanya Tuhan Yang Maha Kuasa dapat berkembang dengan benar.
Memelihara manusia dari kesyirikan.
Untuk mencegah manusia dari kesyirikan perlu adanya tuntunan yang jelas tentang kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Kemungkinan manusia terperosok kedalam kesyirikan selalu terbuka, baik syirik jaly (terang-terangan) berupa perbuatan, maupun syirik khafy (tersembunyi) di dalam hati. Dengan mempelajari Akidah Islam, manusia akan terpelihara dari perbuatan syirik.
Menghindari diri dari pengaruh akal pikiran yang menyesatkan.
Manusia diberi kelebihan oleh Allah dari makhluk lainnya berupa akal pikiran. Pendapat-pendapat atau faham-faham yang semata-mata didasarkan atas akal manusia, kadang-kadang menyesatkan manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, akal pikiran perlu dibimbing oleh  akidah Islam agar manusia terbebas atau terhindar dari kehidupan yang sesat.
Hubungan Iman, Islam, dan Ihsan
Ada tiga unsur pokok dalam akidah Islam yang tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya. Artinya, jika sesorang mengaku berakidah Islam atau lebih mudahnya dia mengaku sebagai muslim, maka harus ada tiga unsur pokok ini didalam dirinya, yaitu Islam, Iman, dan Ihsan. Ketiganya mempunyai hubungan yang sangat erat. Untuk mengetahui hubungannya, perlu diketahui terlebih dahulu pengertian ketiganya.
Islam
Kata Islam berasal dari bahasa Arab, yaitu  yang   أَسْلَمَ- يُسْلِمُ - إِسْلاَمَ artinya adalah patuh, tunduk, menyerahkan diri, dan selamat. Sedang menurut istilah, Islam yaitu agama yang mengajarkan agar manusia berserah diri dan tunduk sepenuhnya kepada Allah. Tunduk atau berserah diri adalah mengerjakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Orang yang tunduk dan berserah diri kepada Allah disebut Muslim.
Iman
Menurut bahasa iman berarti percaya. Sedangkan menurut istilah iman adalah:
“Iman adalah membenarkan dengan hati, mengucapkan dengan lisan, dan dilaksanakan dengan anggota badan (perbuatan).”
Jika seseorang sudah mengimani seluruh ajaran Islam, maka orang tersebut sudah  dapat dikatakan mukmin(orang yang beriman).
Ihsan
Ihsan berasal dari bahasa Arab:   أَحْسَنُ – يُحْسِنُ – إِحْسَانًا yang berarti kebaikan.
Ihsan adalah perbuatan baik sebagai bentuk  penghambaan diri kepada Allah sebagai makhluk individu, yaitu hubungannya dengan Allah maupun sebagai makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan sesama. Lebih lanjut disebutkan bahwa cara penghambaan diri ini harus senantiasa merasa melihat atau dilihat oleh Allah Swt. sebagaimana di sebutkan dalam hadis Nabi Saw.:’ Jibril bertanya, ‘Kabarkanlah kepadaku tentang ihsan itu?‘ Nabi menjawab: “Kamu menyembah Allah seakanakan kamu melihat-Nya, maka jika kamu tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu”. Dengan demikian berbuat baik kepada Allah maupun sesama harus dilakukan setiap saat karena ada kontrol langsung dari Allah Swt.  Orang yang telah menerapkan hal ini disebut dengan Muhsin.

Materi Ajar Madrasah Tsanawiyah (MTS) Kelas VII Semester Ganjil (Materi II)


SIFAT-SIFAT ALLAH DAN PEMBAGIANNYA
Sifat Wajib dan Mustahil Allah Swt.
Kita akan pelajari sifat wajib Allah dan mustahil-Nya secara bersamaan. Karena pada dasarnya, sifat mustahil adalah kebalikan dari sifat wajib.
Pengertian dan sifat-sifat wajib serta mustahil Allah
Yang dimaksud sifat wajib Allah Swt. ialah sifat-sifat yang pasti dimiliki oleh Allah Swt. yang sesuai dengan keagungan-Nya sebagai Pencipta alam seisinya As.Sedangkan sifat mustahil Allah adalah kebalikan dari sifat wajib Allah, yaitu sifat yang tidak mungkin ada dan tidak layak disandarkan pada Zat-Nya sebagai Pencipta alam semesta. Sifat-sifat wajib dan mustahil Allah adalah sebagai berikut:
Wajib : Wujud artinya ada.
Mustahil : ‘Adam artinya tidak ada.
Adanya Allah Swt. dapat dibuktikan dengan adanya alam ini. Semua barang yang ada di lingkungan kita pasti ada yang membuat. Adanya meja ada yang membuat, yaitu tukang. Adanya baju atau pakaian karena dibuat oleh penjahit. Alam ini pasti ada yang membuat dan tidak mungkin ada dengan sendirinya. Allah Swt. berfirman dalam Qs. Ali Imran [3]:2:
"Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Yang Hidup Kekal lagi Terus Menerus Mengurus makhluk-Nya.
Wajib : (Qidam)  artinya terdahulu.
mustahil :  Fana’ artinya rusak.
Akal sehat mengatakan bahwa tukang kayu lebih dahulu ada daripada meja yang  dibuatnya. Allah Swt. adalah pencipta alam semesta, Dia  lebih dahulu ada sebelum alam ini ada. Firman Allah Qs. Al-Hadid [57] : 3
”Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Lahir dan Yang Batin;  dan Dia  Maha Mengetahui segala sesuatu" .
Wajib : Baqa’ artinya berbeda dengan makhluk.
Mustahil : artinya serupa dengan makhluk. Semua makhluk ciptaan Allah Swt. akan rusak, sedangkan Dia sebagai pencipta  tidak akan rusak. Allah Swt. akan kekal selamanya dan Dia tidak akan pernah mati.  Firman Allah Swt. dalam Q.S Ar-Rahman [55] : 27 .
“Dan tetap kekal Zat Tuhanmu Yang Mempunyai Kebesaran dan Kemuliaan.
Wajib : MukhƗlafatu lil Hawaadisi artinya Berbeda dengan Makhluk.
Mustahil : Mumasalatul Hawaadisi artinya serupa dengan Makhluk.
Allah Swt. memiliki sifat yang sempurna dan istimewa. Sifat Allah Swt. berbeda  dengan sifat makhluk-Nya. Allah Swt. berfirman:
”Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat”.
Wajib : Qiyamuhu Binafsihi artinya berdiri sendiri.
Mustahil : Ihtiyaju Lighhoirihi artinya butuh kepada yang lain. Allah Swt. Sebagai pencipta alam adalah Maha kuasa. Dia tidak memerlukan  bantuan dari kekuatan lain karena mempunyai kekuatan yang ada pada diri-Nya. Firman Allah Swt. Qs. Al-Ankabuut ayat 6.

 “… dan Barangsiapa yang berjihad, maka sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam”. (Qs. Al-Ankabut [29]:6)
Wajib : Waۊdaniah artinya esa.
Mustahil : Ta’addud artinya berbilang.
Manusia dituntut untuk meyakini bahwa wujud Allah Maha Esa (satu). Firman Allah Swt.:
Artinya :” Katakanlah: «Dia-lah Allah, Yang Maha Esa,(Qs. Al-Ikhlash [112]:1  
“Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa. (Qs. Al-Anbiyaa [21]:22)
Wajib :  Qudrat artinya kuasa.
Mustahil : ’Ajzun artinya lemah.
Manusia dapat berkuasa, tetapi kekuasaannya sangat terbatas. Manusia tidak  akan dapat mempertahankan dirinya untuk tetap hidup. Kuasa Allah Swt. Di atas  segalagalanya. Allah Swt. Berfirman :
 ” Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu. (Q.S. al-Baqarah [2] : 20)
Wajib : Iradah artinya berkehehdak.
Mustahil : Karahah artinya terpaksa.
Manusia mempunyai kehendak, tetapi banyak yang tidak terlaksana. Kehendak Allah Swt. Pasti terlaksana karena Dia Maha Kuasa. Jika Allah Swt. Berkehendak, tidak satu pun yang dapat menolak. Allah Swt. Mempunyai kemauan dan kehendak  sendiri dalam menciptakan alam semesta. Dia tidak akan pernah diperintah dan  diatur pihak lain. Firman Allah Swt.:
”Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu  hanyalah  berkata kepadanya: «Jadilah!» maka terjadilah ia.(Q.S.Yasin [36]: 82).
Wajib : ‘Ilmun artinya mengetahui.
Mustahil : Jahlun artinya bodoh.
Akal sehat pasti mengakui bahwa orang yang membuat sesuatu pasti mengetahui sesuatu yang akan dibuat. Allah Swt. adalah pencipta alam ini dan Dia mengetahui  semua ciptaan-Nya. Firman Allah Swt.:
” dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.» (Qs.  Al-Hujuraat [49] : 16)
Wajib :  Hayat artinya hidup.
Mustahil :  Mautun artinya mati.
Seluruh kehidupan makhluk tunduk kepada Allah Swt. Dia yang mengatur semua kehidupan makhluk hidup. Allah Swt. Tidak akan mati dan Dia kekal selamanya   Allah Swt. Berfirman:
Artinya: “Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Yang Hidup Kekal lagi terus menerus Mengurus makhluk-Nya.(Q.S. Ali Imran 3 : 2)
Wajib :  Sama’ artinya mendengar.
Mustahil :  Shummun artinya tuli.
Tidak ada suatu yang tidak didengar oleh Allah Swt. Walaupun jumlah suara manusia ratusan juta, semua akan didengar oleh Allah Swt. Allah Swt. Berfirman:
"  Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui" . (Q.S. al-HujurƗt 49 : 1)
Wajib :  Bashar artinya melihat.
Mustahil : ’Umyun artinya buta.
Allah melihat segala sesuatu, baik yang besar maupun yang kecil, bahkan yang tersembunyi, tanpa bantuan alat untuk melihat. Penglihatan Allah tidak ada batasnya. Teknologi manusia yang paling canggih pun tidak mungkin dapat mengimbangi penglihatan Allah. Firman Allah Swt.:
”Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat” . (Q.S. al-Isra [17] : 1)
Wajib : Kalam artinya berfirman.
Mustahil : Bukmun artinya bisu.
Wajib :  Qadiran artinya Yang Maha Kuasa.
Mustahil : ’Ɩjizan artinya yang lemah.
Sesungguhnya Allah Zat Yang Mahakuasa atas segala sesuatu.

Wajib  : Muridan artinya yang Maha Berkehendak.
Mustahil : Mukrahan artinya yang terpaksa.
Sesungguhnya Allah Zat Yang Maha Berkehendak atas segala sesuatu.
Wajib : ‘Ɩliman artinya Yang MahaMengetahui.
Mustahil : JƗhilan artinya yang bodoh.
Sesungguhnya Allah Zat Yang Maha Mengetahui atas segala sesuatu.
Wajib :  Hayyan artinya Yang Maha Hidup.
Mustahil : Mayyitan artinya yang mati.
Sesungguhnya Allah Zat Yang Mahahidup, hidup selamnya dan tidak akan mati.
Wajib : Sami’an artinya Maha Mendengar.
Mustahil : Asammu artinya yang tuli.
Sesungguhnya Allah Zat Yang Maha Mendengar atas segala sesuatu.
Wajib : Ba܈iran artinya Yang Maha Melihat.
Mustahil : A’ma artinya yang buta.
Sesungguhnya Allah adalah Zat Yang Maha Melihat atas segala sesuatu.
Wajib : Mutakalliman artinya Yang Maha Berfirman.
Mustahil : Abkam artinya yang Bisu.
Sesungguhnya Allah Zat Yang Maha Berkata-kata atau Maha Berfirman.
Pembagian Sifat-sifat wajib bagi Allah
Dua puluh sifat di atas tersebut dikelompokkan menjadi 4 kelompok sebagai berikut:
Sifat Naf܈iyah, yaitu sifat yang berhubungan dengan Zat Allah Swt. semata. Sifat naf܈iyah ini ada satu, yaitu wujud
Sifat Salbiyah, yaitu sifat yang menolak segala sifat-sifat yang tidak layak dan patut bagi Allah Swt, sebab Allah Maha Sempurna dan tidak memiliki kekurangan. Atau bisa diartikan sifat salbiyah ini hanya dimilki oleh Allah dan tidak dimiliki oleh makhluk-Nya.
Sifat salbiyah ini ada lima, yaitu :      
Qidam                            
Baqa’                              
 Mukhalafatu lil hawadisi
Qiyamuhu binafsihi        
Wah daniyyah              
Sifat Ma’ani, yaitu sifat yang ada pada zat Allah yang sesuai dengan kesempurnaan Allah. Karena keberadaan sifat inilah nantinya muncul sifat ma’nawiyah. Yang termasuk sifat ma’ani ada tujuh, yaitu:
Qudrat  
Iradat
‘Ilmu
Hayat
Sama’
Ba܈ar
KalƗm
Sifat-sifat ma’ani ini adalah sifat-sifat yang juga dimiliki oleh makhluk. Bedanya, jika yang memiliki sifat ini Allah maka sifat ini tidak tebatas, sedangkan jika yang memiliki sifat ini makhluk, maka sifat ini terbatas. Contohnya: Allah Maha hidup artinya selamanya dan tidak akan mati. Sedangkan makhluk-Nya juga hidup, tapi suatu saat akan mati. 4.
Sifat Ma’nawiyah, yaitu sifat yang selalu tetap ada pada zat Allah dan tidak mungkin pada suatu ketika Allah tidak bersifat demikian. Jumlah sifat ma’nawiyah sama dengan jumlah sifat ma’ani, yaitu:
Qdiran
Muridan
’Ɩliman
Hayyan
Sami’an
Basiran
Mutakalliman
Sifat-sifat ini sebagai penguat dari sifat-sifat ma’ani Allah. Dengan demikian, sifat ma’ani Allah dan ma’nawiyah-Nya tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya, sebab setiap ada sifat ma’ani tentu ada sifat ma’nawiyah. Dengan kata lain, sifat ma’anawiyah Allah menggambarkan keberadaan dan Zat Allah yang terus menerus memiliki sifat ma’ani. Jika disebutkan Allah bersifat Qudrat (Kuasa), artinya secara otomatis Allah adalah Zat Yang Maha Kuasa dan akan tetap seperti itu tanpa ada batasnya.
Sifat Jaiz Bagi Allah Swt.
Sifat jaiz Allah Swt.. berarti  sifat kebebasan Allah, yakni kebebasan yang dimilikiNya sebagai Tuhan semesta alam. Sifat jaiz Allah Swt.. ialah kebebasan untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu sesuai dengan kehendak-Nya yang mutlak.
”Memperbuat segala seseuatu yang mungkin terjadi atau tidak memperbuatnya.” Firman Allah Swt.:
”Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu” (Q.S. Al-Baqarah [2] :284).
Berikut ini kebebasan-kebebasan mutlak yang dimiliki Allah Swt. a.
 Kebebasan untuk mencipta atau tidak mencipta sesuatu. Allah Swt berfirman :
”Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya.  Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan (dengan Dia) (Qs. al-Qasas [28] :68)
Ayat di atas menjelaskan bahwa apa yang hendak dicipta Allah Swt.. tergantung pada kehendak-Nya semata. Dia memilih sesuatu sesuai kehendak-Nya dan tidak ada pihak lain yang dapat mempengaruhi-Nya.
 Makhluk tidak mempunyai wewenang untuk memilih dan tidak dapat menolak kehendak Allah Swt. jika Allah menghendaki laki-laki, jadilah laki-laki, demikian pula sebaliknya. Manusia hanya diberi hak untuk memohon kepada-Nya. Jika Allah Swt. mengabulkan, jadilah apa yang dikehendaki manusia. Sebaliknya, jika Allah tidak menghendaki, apa pun yang diinginkan manusia tidak akan terjadi.
Kebebasan untuk Mengatur Semua Makhluk Sesuai yang Dia Kehendaki   Kebebasan Allah dalam mengatur semua makhluk telah ditegaskan dalam firmanNya yang sekaligus merupakan tuntunan doa bagi kita. Firman Allah Swt.:
Katakanlah: “Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan   kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau  kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang  yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.(Q.S. Ali Imran [3]:26)                      
Semua perjalanan hidup yang dialami manusia ada pada kekuasaan Allah Swt. Naiknya seseorang ke derajat yang tinggi atau turunnya dari derajat yang tinggi ke derajat rendah tidak terlepas dari kuasa dan kehendak-Nya.
Manusia hendaknya menyadari sedalam-dalamnya sehingga tidak sombong saat mendapatkan atau mengalami suatu yang lebih dari pada yang lainya seperti ilmu, kebahgiaan, harta, dan lain sebagainya. Sebaliknya, tidak mudah mengalami tekanan batin apabila suatu saat mengalami keadaan  yang kurang menyenangkan. Suka dan duka serta sedih dan gembira adalah bagian dari perjuangan hidup yang harus dihadapi dengan kepasrahan jiwa dan raga kepada Allah Swt. Yang mengatur segala-galanya.

Materi Ajar Madrasah Tsanawiyah (MTS) Kelas VII Semester Ganjil (Materi III)

TAAT, IKHLAS, KHAUF, DAN TAUBAT
Sesudah salam dalam shalat subuh, dengan raut muka penuh kesedihan sembari membalikkan tangan, ‘Ali bin Abi Thalib berkata, ‘’Sungguh aku telah menyaksikan sahabat-sahabat Rasulullah, namun sekarang aku tidak melihat sesuatu pun yang menyerupai mereka, dulu mereka bangun tidur dengan rambut acak-acakkan, wajah berdebu, dan di antara mata mereka ada yang seperti persendian paha kambing, karena sebelum itu mereka menghabiskan malam untuk bersujud dan ruku’ serta membaca kitab Allah dan mempergilirkan dahi dan kaki mereka. Jika bangun, mereka mengingat Allah dalam keadaan miring seperti miringnya pohon dihari bertiupnya angin kencang, mata mereka mencucurkan air mata hingga membasahi pakaian mereka karena takut kepada-Nya. Demi Allah, orang-orang sekarang menghabiskan malam mereka untuk hal-hal yang melalaikan.’’Kemudian dia berdiri dan setelah itu tidak lagi pernah terlihat dia tertawa hingga akhir hayatnya.
TAAT
Taat menurut bahasa berarti tunduk, patuh, dan setia. Menurut istilah taat bisa diartikan tunduk dan patuh terhadap segala perintah dan aturan yang berlaku. Taat kepada Allah berarti patuh kepada perintah dan aturan-aturan yang dibuat oleh Allah dalam segala hal. Baik aturan itu berhubungan dengan ibadah kepada-Nya maupun aturan yang berhubungan dengan berinteraksi dengan sesama manusia dan makhluk yang lainnya.
Lantas, bagaimana kita bisa tahu apa peraturan-peraturan Allah untuk kita sehingga kita bisa mentaati-Nya? Melalui al-Qur’an tentunya! Di sana Allah melalui firman- firmanNya telah mengutarakan segala peraturan dan keinginanNya terhadap umat manusia. Kemudian pertanyaan berikutnya adalah bagaiman jika isi peraturan-peraturan itu masih bersifat umum atau global sehingga dirasa perlu penjelasan lebih lanjut? Melalui hadis-hadis Nabi-Nya tentunya! Ya, sebagaimana yang telah kalian ketahui bahwa dasar/sumber akidah Islam adalah alQur’an dan al-Hadis, maka demikian juga, keduanya merupakan dasar dan sumber utama dalam menjalankan ketaatan kepada Allah di dunia. Artinya, tidak cukup kita mentaati Allah tanpa mentaati RasulNya Saw.  Bahkan Allah sendiri yang memerintahkan agar manusia taat kepadaNya dan kepada Rasul-Nya baru kemudian kepada yang lainnya selama tidak bertentangan dengan perintah-Nya dan Rasul-Nya. Dalam al-Qur’an Allah telah berfirman :
”Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benarbenar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. (QS. an-Nisa’ [4]:59)
Dari ayat di atas, maka bisa kita simpulkan kepada siapa saja kita harus taat, yaitu: a.
Kepada Allah Swt. Sebagai seorang Muslim, taat kepada Allah adalah yang paling pertama dan utama. Sebagaimana ayat di atas, kalimat perintah untuk taat yang pertama adalah kepada Allah Swt. Ketaatan kepada Allah ini sifatnya mutlak, tanpa ada keraguan, dan tidak ada tawar menawar dalam segala aspek kehidupan.
Kepada Rasul-Nya, Muhammad Saw. Ketaatan yang kedua adalah ketaatan kepada Nabi Muhammad Saw.  Ketaatan inipun mutlak,sebagaimana ketaatan kepada Allah Swt. ini berarti,taat kepada rasul berarti taat kepada Allah. Demikian juga sebaliknya, tidak taat kepada rasul, berarti tidak taat kepada Allah. Karena ayat di atas jelas bahwa perintah kepada rasul adalah wajib. Hal ini terbukti dari redaksi ayat yang mengulang kata ”taatilah” pada perintah taat yang kedua. Rasulullah telah bersabda:

”Dari Abu Hurairah dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa beliau bersabda: “Barangsiapa mentaatiku sungguh dia telah mentaati Allah, barangsiapa bermaksiat kepadaku maka dia telah bermaksiat kepada Allah" . (HR.Muslim)” Bahkan dalam hadis yang lain, ketaatan kepada Rasul adalah syarat sesorang bisa masuk surga yang artinya ”Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Setiap umatku masuk surga selain yang enggan, “ Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, lantas siapa yang enggan?” Nabi menjawab: “Siapa yang taat kepadaku masuk surga dan siapa yang membangkang aku berarti ia enggan.”(HR. Bukhari)
Kepada ulil amri/ pemerintah Ketaatan yang ketiga adalah perintah taat kepada pemimpin. Hanya saja ketaatan kepada pemimpin ini tidaklah mutlak, tetapi mempunyai syarat, yaitu selama pemimpin tersebut berpegang kepada kitab Allah dan rasul-Nya. Menurut M. Quraish Shihab, pada kata “Ulil Amri” dalam ayat di atas tidak didahului kata “ taatilah”. Ini menunjukkan bahwa ketaatan kepada Ulil Amri tidak berdiri sendiri, tetapi berkaitan atau bersyarat dengan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Oleh karena itu, apabila perintah Ulil Amri itu bertentangan dengan perintah Allah dan rasul-Nya, maka kita tidak dibenarkan untuk mentaatinya.
IKHLAS
Secara bahasa, ikhlas bermakna bersih dari kotoran. Sedangkan secara istilah, ikhlas berarti niat mengharap ridha Allah semata dalam beramal sebagai wujud menjalankan ketaatan kepada Allah dalam kehidupan dalam semua aspek. Ikhlas merupakan akhlak yang agung. Karenanya, ia memilii kedudukan yang sangat penting dalam setiap amalan, baik amalan hati, lisan, maupun badan. Mengapa demikian? Betapa tidak, ternyata nilai setiap amalan sesorang di sisi Allah adalah tergantung pada keikhlasan dia dalam berniat. Artinya, menjaga niat yang ikhlas semata-mata karena Allah dalam menjalankan segala amalan merupakan syarat utama diterimanya amalan tersebut. Oleh karena itu, kita harus mendahului dengan niat yang ikhlas dalam menjalankan amalan sebagaimana perintahNya dalam surat al- an’am yang artinya: ”Katakanlah: “Sesungguhnya salat, ibadah, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, (Q.S. al-An’Ɨm [6]:162)
Demikian pula rasulullah Saw. telah bersabda berhubungan dengan pentingnya menjaga niat yang ikhlas. Beliau bersabda yang artinya :
“Dari Umar bin Al Khaththab Ra. berkata; saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiaptiap orang (tergantung) apa yang diniatkan. Barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan”(HR. Bukhari).
Demikianlah, betapa niat yang ikhlas memegang peran yang penting dan utama dalam setiap amalan. Semoga Allah senantiasa memberi kita kekuatan untuk menjaga keiikhlasan dalam berniat sehingga kita termasuk golongan muklishin.
KHAUF
Di antara akhlak mulia yang menghiasai seorang mukmin adalah khauf. Secara bahasa, khauf berasal dari bahasa Arab yang berarti takut; resah; khawatir; cemas. Jika dide¿nisikan secara lebih panjang, khauf berarti perasaan gelisah atau cemas terhadap suatu hal yang belum diketahui dengan pasti. Menurut istilah dalam Islam, sebagaimana diuraikan dalam kamus tasawuf, khauf adalah suatu sikap mental merasa takut kepada Allah karena kurang sempurna pengabdiannya, takut atau khawatir kalau-kalau Allah tidak senang padanya dan akan menghukumnya karena apa yang telah ia lakukan. Orang tidak dikatakan takut hanya karena menangis dan mengusap air matanya, tetapi karena takut melakukan sesuatu yang mengakibatkan ia disiksa karenanya.
Sifat khauf ini muncul disebabkan seseorang telah benar akidahnya (berakidah Islam) yang meyakini keberadaan Allah dan mengenalNya melalui sifat-sifatNya di antaranya adalah Allah yang Maha Wujud, Maha Melihat, Maha Tahu, Maha Mendengar, dan lain sebagainya. Dengan begitu, karena mengenal Allah dengan baik, dia akan senantiasa merasa diawasi dan akan senantiasa dimintai pertanggungjawaban atas segala yang dia lakukan. Lebih mudahnya berarti semakin sesorang mengenal Allah maka semakin besar pula sifat khauf terhadapNya. Rasulullah Saw.  bersabda dalam hadis beliau yng diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari ‘Aisyah Ra.:
‘’Demi Allah, sungguh aku adalah orang yang paling tahu dengan Allah dan paling takut kepada-Nya.’’(HR. Bukhari dan Muslim) Dari paparan di atas, maka bisa kita tarik kesimpulan bahwa khauf harus ada pada diri kita, setiap Mukmin. Untuk mengontrol diri dari perbuatan-perbuatan yang tidak disukai oleh Allah.
Sebanarnya, ada satu akhlak mulia lagi yang mengikuti khauf yang harus kita miliki, yaitu raja’. Secara bahasa, raja’  berarti harapan/cita-cita; sedangkan menurut istilah ialah bergantungnya hati dalam meraih sesuatu di kemudian hari. Raja` merupakan ibadah yang mencakup kerendahan dan ketundukan, tidak boleh ada kecuali mengharap hanya kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Memalingkannya kepada selain Allah adalah kesyirikan, bisa berupa syirik besar atau pun syirik kecil tergantung apa yang ada dalam hati orang yang tengah mengharap.
Raja’ (harapan/mengharap) tidaklah menjadikan pelakunya terpuji kecuali bila disertai amalan. Raja` tidak akan sah kecuali jika dibarengi dengan amalan. Oleh karena itu, tidaklah seseorang dianggap mengharap apabila tidak beramal. Amal yang dimaksud adalah bukan maksiat tentunya. Merupakan bentuk penghinaan kepada-Nya jika kita bermaksiat tapi mengharap ridha dariNya.
Khauf dan raja’ ibarat dua mata uang yang tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya, keduanya saling mendukung. Bila keduanya menyatu dalam diri seorang Mukmin, maka akan seimbanglah seluruh aktivitas kehidupannya. Bagaimana tidak, sebab dengan khauf akan membawa dirinya untuk selalu melaksanakan ketaatan dan menjauhi perkara yang diharamkan; sementara raja` akan menghantarkan dirinya untuk selalu mengharap apa yang ada di sisi Rabb-nya. Pendek kata dengan khauf (takut) dan raja` (pengharapan) seorang Mukmin akan selalu ingat  bahwa dirinya akan kembali ke hadapan Sang Penciptanya (karena adanya rasa takut), disamping ia akan bersemangat memperbanyak amalan-amalan (karena adanya pengharapan). Mungkin jika kita boleh katakan dengan bahasa kita sekarang ini, khauf dan raja’ adalah “harapharap cemas”.  Keterkaitan dua akhlak mulia ini sebagaimana difirmankan oleh Allah yang artinya :
“Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut akan (azab) Tuhan mereka, dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Tuhan mereka, dan orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Tuhan mereka (sesuatu apapun), dan orangorang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka, mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.” (Qs. al-Mukminun [23]: 57-61)
Berkaitan dengan ayat di atas, ‘Aisyah Ra. pernah bertanya kepada Rasulullah  Saw. apakah mereka itu (yang dimaksud dalam ayat di atas) adalah orang-orang yang meminum khamr, berzina, dan mencuri? Rasulullah menjawab, “Bukan! Wahai putri Ash-Shiddiq. Justru mereka adalah orang-orang yang melakukan shaum, salat, dan bersedekah, dan mereka khawatir tidak akan diterima amalannya. Mereka itulah orangorang yang bergegas dalam kebaikan.” [HR. At-Tirmidzi dari ‘Aisyah].
TAUBAT
Pengertian Taubat
Taubat secara bahasa berarti ”kembali”. Secara istilah, taubat berarti kembali ke jalan yang benar dengan didasari keinginan yang kuat dalam hati untuk tidak kembali melakukan dosa-dosa yang pernah dilakukan sebelumnya.
Sebagai manusia biasa, bukan malaikat ataupun Nabi yang memilki sifat ma’shum (terjaga dari perbuatan dosa), secara langsung atau tidak langsung, sengaja atau tidak sengaja, kerap kali akan bersinggungan dengan yang namanya kesalahan atau dosa. Baik kesalahannya sebagai makhluk individu yang berhubungan langsung dengan Allah, maupun sebagai makhluk sosial yang berhubungan dengan anak Adam yang lain. Untungnya, sebagai seorang Muslim diberi jalan selebar-lebarnya oleh Allah untuk memperbaiki kesalahan itu melaui sebuah pintu yang disebut dengan taubat. Dalam sebuah hadis disebutkan yang artinya :
Dari Anas dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Semua bani Adam pernah melakukan kesalahan, dan sebaik-baik orang yang salah adalah yang segera bertaubat.”(HR. Ibnu Majjah dari Anas) Karenanya, Allah memerintahkan untuk bertaubat kepada semua umat manusia yang telah melakukan dosa. Allah berfirman yang artinya : ”Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahankesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungaisungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: “Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Allah adalah Zat yang Maha menerima taubat, sebagaimana disebutkan di dalam QS. an-Na܈r ayat 3. Tidak ada satu dosapun yang tidak diampuni oleh Allah kecuali syirik atau mempersekutukan-Nya:
Allah swt berfirman dalam surat an-Nisa yang artinya :
”Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar”.(Q.S. an-Nisa [4]:48)
Nah, jelaskan bahwa Allah itu maha Pengampun? Maka, sudah seharusnyalah kita menyegerakan diri untuk bertaubat kepadaNya dari segala dosa. Taubat dengan sebenarbenarnya taubat atau semurni-murninya taubat, yang biasa disebut dengan ”taubatan nasuha”. Rasulullah Saw.  pernah bersabda yang artinya:“ Hai manusia bertobatlah kepada Allah dan mintalah ampunan kepadaNya. Sesungguhnya aku sendiri bertabat dalam sehari 100 kali.” (HR.Muslim).
Betapa manusia termulia yang mendapat jaminan surga, bahkan surga tidak akan dibuka sebelum beliau masuk, bertaubat 100 kali dalam sehari semalam. Lantas bagaimana dengan kita? Manusia biasa yang tidak pernah luput melakukan dosa dalam keseharian kita? Berapa kalikah kita bertaubat sehari semalam? Atau minimal berapa kalikah kita beristighfar dalam sehari semalam?.
Jenis dan syarat taubat
Di atas telah dijelaskan bahwa manusia adalah makhluk individu dan juga makhluk sosial. Artinya, dia tidak terlepas dari berbuat salah yang berhubungan dengan Tuhan dan berbuat salah yang berhubungan dengan sesama manusia. Karenanya, jenis dan syarat taubat dibagi menjadi dua yaitu: a.
a. Taubat menyangkut dosa terhadap Allah Imam Nawawi mengatakan bahwa ada 3 (tiga) syarat dalam melaksanakan taubat yang wajib dilakukan oleh setiap Muslim atas dosa yang dilakukan apabila maksiat itu di antara manusia dengan Allah dan tidak berhubungan dengan hak sesama manusia (haqqul 'adami), maka ada 3 (tiga) syarat:
1) Meninggalkan perilaku dosa itu sendiri.
2) Menyesali perbuatan maksiat yang telah dilakukan.
3) Berniat tidak melakukannya lagi selamanya. Apabila tidak terpenuhi ketiga syarat di atas, maka tidak sah taubatnya.

Taubat menyangkut dosa terhadap sesama manusia
Sedangkan jika dosa itu berhubungan dengan hak anak Adam/sesama manusia maka lebih lanjut Imam Nawawi menyebutkan ada 4 (empat) syarat yaitu:
1)  Meninggalkan perilaku dosa itu sendiri.
2)  Menyesali perbuatan maksiat yang telah       dilakukan.
3)  Berniat tidak melakukannya lagi         selamanya.
4)  Membebaskan diri dari hak manusia yang dizalimi dengan cara sebagai berikut:
(a). Apabila menyangkut harta dengan cara mengembalikan harta tersebut;
(b) Apabila menyangkut non-materi seperti pernah memfitnah, menggunjingnya
(ghibah), dan lain-lain, maka hendaknya meminta maaf kepada yang bersangkutan. Taubat dari segala kesalahan tidaklah membuat seorang terhina di hadapan Tuhannya. Hal itu justru akan menambah kecintaan dan kedekatan seorang hamba dengan Tuhannya karena sesungguhnya Allah sangat mencintai orang-orang yang bertaubat dan mensucikan diri. Sebagaimana Firman-Nya dalam QS. al-Baqarah [2]: 222:
”Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orangorang yang mensucikan diri”. (Q.S. al-Barqarah [2]:222)

About me

Hallo Salam kenal saya Salma Urfa dari Pekalongan Jawa Tengah. Saya kelahiran tahun 1998, anak pertama dari tiga bersaudara. Kegiatan sehar...