ASSALAMUALAIKUM

Selasa, 05 Juni 2018

About me

Hallo
Salam kenal saya Salma Urfa dari Pekalongan Jawa Tengah. Saya kelahiran tahun 1998, anak pertama dari tiga bersaudara. Kegiatan sehari-hari saya saat ini adalah kuliah. Saya mengambil kuliah jurusan Pendidikan Agama Islam di IAIN Pekalongan. Saya juga memiliki hobi untuk mengisi waktu senggang saya, lebih tepatnya sih hiburan untuk merefresh otak dari padatnya jadwal kuliah yakni nonton film terutama drama Korea sejenak bisa memberikan hiburan dari jenuhnya aktivitas sehari-hari. Itulah sedikit perkenalan dari saya. Thanks.

Selasa, 01 Mei 2018

Materi Ajar Madrasah Tsanawiyah (MTS ) Kelas VII Semester Ganjil (Materi I)

AKIDAH ISLAM
Pengertian Akidah Islam
Akidah secara bahasa berasal dari kata ('aqada-ya'qidu-aqidatan) yang berarti ikatan,atau perjanjian. Secara istilah adalah keyakinan hati atas sesuatu. Kata ‘akidah’ tersebut dapat digunakan untuk ajaran yang terdapat dalam Islam, dan dapat pula digunakan untuk ajaran lain di luar Islam. Sehingga ada istilah akidah Islam, akidah Nasrani, akidah Yahudi, dan akidah-akidah yang lainnya. Dengan begitu kita juga bisa simpulkan ada akidah yang benar atau lurus dan ada akidah yang sesat atau salah. Dengan begitu juga, akidah Islam (al-akidah al-Islamiyah) bisa diartikan sebagai pokok-pokok kepercayaan yang harus diyakini kebenarannya oleh setiap orang yang mengaku dirinya beragama Islam (Muslim).
Berbicara tentang akidah, yang paling pertama dan utama adalah konsep ketuhanan, baru kemudian konsep-konsep akidah yang lainnya yang sesuai dengan keinginan Allah itu sendiri melalui firman-firmanNya dalam al-Qur'an dan hadis-hadis nabiNya. Ketika seseorang berakidah Islam,maka pondasi awal untuk  membangun akidah/keyakinannya adalah keyakinan terhadap Allah sebagai Tuhan yang wajib disembah, Maha Esa, Pencipta dan Pengatur alam semesta, dan Zat Ghaib yang merupakan sumber dari segala hal, termasukjuga kewajiban menjalankan aturan-aturanNya dalam segala aspek kehidupan baik yang berhubungan dengan ibadah ataupun muamalah yang erat hubungannya dengan interaksi dengan sesama makhluk. Oleh karenanya, misi pertama yang diemban oleh tiap Rasul untuk disampaikan kepada umat manusia adalah konsep ketuhanan ini. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam Qs. an-Nahl:36
”Dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”, maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (Rasul-rasul)”.(Q.S. an-Nahl:36) Begitulah, konsep ketuhanan yang harus diyakini oleh seseorang yang mengaku berakidah Islam, mentauhidkanNya tanpa ada keraguan sedikitpun didalamnya.
Dasar-Dasar Akidah Islam
Akidah Islam adalah sesuatu yang bersifat tauqi¿, artinya suatu ajaran yang hanya dapat ditetapkan dengan adanya dalil dari Allah dan Rasul-Nya. Maka, sumber ajaran akidah Islam adalah terbatas pada al-Qur'an dan Sunnah saja. Karena, tidak ada yang lebih tahu tentang Allah kecuali Allah itu sendiri, kemudian Rasulullah Saw.  selaku pengemban wahyu dari Allah Swt. Baru kemudian pendapat pada ulama yang otonitatif yang dinyatakan oleh Rasulullah sebagai pewarisnya. a. Al-Qur'an Al-Qur'an adalah firman Allah Swt. yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad Saw. dengan perantara Malaikat Jibril. Melalui al-Qur'an inilah Allah menuangkan ¿rman¿rmanNya berkenaan dengan konsep akidah yang benar yang harus diyakini dan dijalani secara mutlak dan tidak boleh ditawar oleh semua umat Islam. Di dalam al-Qur'an banyak terdapat ayat-ayat yang berisi tentang tauhid, diantaranya adalah Qs. al-Ikhlas ayat 1-4 di atas, dan masih banyak lagi yang lain diantaranya
1. Katakanlah: “Dia-lah Allah, yang Maha Esa.
2.  Allah adalah Tuhan yang segala sesuatu bergantung kepada-Nya.
3.  Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,
4.  Dan tidak ada suatu apapun yang setara dengan Dia.” (Q.S. al-Ikhlas:1-4
 Tujuan Akidah Islam
Akidah Islam harus menjadi pedoman bagi setiap Muslim. Artinya setiap umat Islam harus meyakini dan menjalankan pokok-pokok kandungan akidah Islam tersebut dengan tujuan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat dan mendapatkan rido dari Allah Swt. tentunya. Dengan demikian berarti mempelajari pokok-pokok kandungan akidah Islam adalah kewajiban bagi umat Islam dengan tujuan seabagi berikut:
Mengetahui petunjuk hidup yang benar serta dapat membedakan yang benar dan yang salah.
Memupuk dan mengembangkan dasar ketuhanan yang ada sejak lahir.
Manusia adalah makhluk yang berketuhanan. Sejak dilahirkan manusia cenderung mengakui adanya Tuhan. Dengan naluri berketuhanan, manusia berusaha untuk mencari Tuhannya. Kemampuan akal dan ilmu  yang berbeda-beda memungkinkan manusia akan keliru mengenal Tuhan. Dengan akidah Islam, naluri atau kecenderungan manusia akan keyakinan adanya Tuhan Yang Maha Kuasa dapat berkembang dengan benar.
Memelihara manusia dari kesyirikan.
Untuk mencegah manusia dari kesyirikan perlu adanya tuntunan yang jelas tentang kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Kemungkinan manusia terperosok kedalam kesyirikan selalu terbuka, baik syirik jaly (terang-terangan) berupa perbuatan, maupun syirik khafy (tersembunyi) di dalam hati. Dengan mempelajari Akidah Islam, manusia akan terpelihara dari perbuatan syirik.
Menghindari diri dari pengaruh akal pikiran yang menyesatkan.
Manusia diberi kelebihan oleh Allah dari makhluk lainnya berupa akal pikiran. Pendapat-pendapat atau faham-faham yang semata-mata didasarkan atas akal manusia, kadang-kadang menyesatkan manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, akal pikiran perlu dibimbing oleh  akidah Islam agar manusia terbebas atau terhindar dari kehidupan yang sesat.
Hubungan Iman, Islam, dan Ihsan
Ada tiga unsur pokok dalam akidah Islam yang tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya. Artinya, jika sesorang mengaku berakidah Islam atau lebih mudahnya dia mengaku sebagai muslim, maka harus ada tiga unsur pokok ini didalam dirinya, yaitu Islam, Iman, dan Ihsan. Ketiganya mempunyai hubungan yang sangat erat. Untuk mengetahui hubungannya, perlu diketahui terlebih dahulu pengertian ketiganya.
Islam
Kata Islam berasal dari bahasa Arab, yaitu  yang   أَسْلَمَ- يُسْلِمُ - إِسْلاَمَ artinya adalah patuh, tunduk, menyerahkan diri, dan selamat. Sedang menurut istilah, Islam yaitu agama yang mengajarkan agar manusia berserah diri dan tunduk sepenuhnya kepada Allah. Tunduk atau berserah diri adalah mengerjakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Orang yang tunduk dan berserah diri kepada Allah disebut Muslim.
Iman
Menurut bahasa iman berarti percaya. Sedangkan menurut istilah iman adalah:
“Iman adalah membenarkan dengan hati, mengucapkan dengan lisan, dan dilaksanakan dengan anggota badan (perbuatan).”
Jika seseorang sudah mengimani seluruh ajaran Islam, maka orang tersebut sudah  dapat dikatakan mukmin(orang yang beriman).
Ihsan
Ihsan berasal dari bahasa Arab:   أَحْسَنُ – يُحْسِنُ – إِحْسَانًا yang berarti kebaikan.
Ihsan adalah perbuatan baik sebagai bentuk  penghambaan diri kepada Allah sebagai makhluk individu, yaitu hubungannya dengan Allah maupun sebagai makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan sesama. Lebih lanjut disebutkan bahwa cara penghambaan diri ini harus senantiasa merasa melihat atau dilihat oleh Allah Swt. sebagaimana di sebutkan dalam hadis Nabi Saw.:’ Jibril bertanya, ‘Kabarkanlah kepadaku tentang ihsan itu?‘ Nabi menjawab: “Kamu menyembah Allah seakanakan kamu melihat-Nya, maka jika kamu tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu”. Dengan demikian berbuat baik kepada Allah maupun sesama harus dilakukan setiap saat karena ada kontrol langsung dari Allah Swt.  Orang yang telah menerapkan hal ini disebut dengan Muhsin.

Materi Ajar Madrasah Tsanawiyah (MTS) Kelas VII Semester Ganjil (Materi II)


SIFAT-SIFAT ALLAH DAN PEMBAGIANNYA
Sifat Wajib dan Mustahil Allah Swt.
Kita akan pelajari sifat wajib Allah dan mustahil-Nya secara bersamaan. Karena pada dasarnya, sifat mustahil adalah kebalikan dari sifat wajib.
Pengertian dan sifat-sifat wajib serta mustahil Allah
Yang dimaksud sifat wajib Allah Swt. ialah sifat-sifat yang pasti dimiliki oleh Allah Swt. yang sesuai dengan keagungan-Nya sebagai Pencipta alam seisinya As.Sedangkan sifat mustahil Allah adalah kebalikan dari sifat wajib Allah, yaitu sifat yang tidak mungkin ada dan tidak layak disandarkan pada Zat-Nya sebagai Pencipta alam semesta. Sifat-sifat wajib dan mustahil Allah adalah sebagai berikut:
Wajib : Wujud artinya ada.
Mustahil : ‘Adam artinya tidak ada.
Adanya Allah Swt. dapat dibuktikan dengan adanya alam ini. Semua barang yang ada di lingkungan kita pasti ada yang membuat. Adanya meja ada yang membuat, yaitu tukang. Adanya baju atau pakaian karena dibuat oleh penjahit. Alam ini pasti ada yang membuat dan tidak mungkin ada dengan sendirinya. Allah Swt. berfirman dalam Qs. Ali Imran [3]:2:
"Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Yang Hidup Kekal lagi Terus Menerus Mengurus makhluk-Nya.
Wajib : (Qidam)  artinya terdahulu.
mustahil :  Fana’ artinya rusak.
Akal sehat mengatakan bahwa tukang kayu lebih dahulu ada daripada meja yang  dibuatnya. Allah Swt. adalah pencipta alam semesta, Dia  lebih dahulu ada sebelum alam ini ada. Firman Allah Qs. Al-Hadid [57] : 3
”Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Lahir dan Yang Batin;  dan Dia  Maha Mengetahui segala sesuatu" .
Wajib : Baqa’ artinya berbeda dengan makhluk.
Mustahil : artinya serupa dengan makhluk. Semua makhluk ciptaan Allah Swt. akan rusak, sedangkan Dia sebagai pencipta  tidak akan rusak. Allah Swt. akan kekal selamanya dan Dia tidak akan pernah mati.  Firman Allah Swt. dalam Q.S Ar-Rahman [55] : 27 .
“Dan tetap kekal Zat Tuhanmu Yang Mempunyai Kebesaran dan Kemuliaan.
Wajib : MukhƗlafatu lil Hawaadisi artinya Berbeda dengan Makhluk.
Mustahil : Mumasalatul Hawaadisi artinya serupa dengan Makhluk.
Allah Swt. memiliki sifat yang sempurna dan istimewa. Sifat Allah Swt. berbeda  dengan sifat makhluk-Nya. Allah Swt. berfirman:
”Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat”.
Wajib : Qiyamuhu Binafsihi artinya berdiri sendiri.
Mustahil : Ihtiyaju Lighhoirihi artinya butuh kepada yang lain. Allah Swt. Sebagai pencipta alam adalah Maha kuasa. Dia tidak memerlukan  bantuan dari kekuatan lain karena mempunyai kekuatan yang ada pada diri-Nya. Firman Allah Swt. Qs. Al-Ankabuut ayat 6.

 “… dan Barangsiapa yang berjihad, maka sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam”. (Qs. Al-Ankabut [29]:6)
Wajib : Waۊdaniah artinya esa.
Mustahil : Ta’addud artinya berbilang.
Manusia dituntut untuk meyakini bahwa wujud Allah Maha Esa (satu). Firman Allah Swt.:
Artinya :” Katakanlah: «Dia-lah Allah, Yang Maha Esa,(Qs. Al-Ikhlash [112]:1  
“Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa. (Qs. Al-Anbiyaa [21]:22)
Wajib :  Qudrat artinya kuasa.
Mustahil : ’Ajzun artinya lemah.
Manusia dapat berkuasa, tetapi kekuasaannya sangat terbatas. Manusia tidak  akan dapat mempertahankan dirinya untuk tetap hidup. Kuasa Allah Swt. Di atas  segalagalanya. Allah Swt. Berfirman :
 ” Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu. (Q.S. al-Baqarah [2] : 20)
Wajib : Iradah artinya berkehehdak.
Mustahil : Karahah artinya terpaksa.
Manusia mempunyai kehendak, tetapi banyak yang tidak terlaksana. Kehendak Allah Swt. Pasti terlaksana karena Dia Maha Kuasa. Jika Allah Swt. Berkehendak, tidak satu pun yang dapat menolak. Allah Swt. Mempunyai kemauan dan kehendak  sendiri dalam menciptakan alam semesta. Dia tidak akan pernah diperintah dan  diatur pihak lain. Firman Allah Swt.:
”Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu  hanyalah  berkata kepadanya: «Jadilah!» maka terjadilah ia.(Q.S.Yasin [36]: 82).
Wajib : ‘Ilmun artinya mengetahui.
Mustahil : Jahlun artinya bodoh.
Akal sehat pasti mengakui bahwa orang yang membuat sesuatu pasti mengetahui sesuatu yang akan dibuat. Allah Swt. adalah pencipta alam ini dan Dia mengetahui  semua ciptaan-Nya. Firman Allah Swt.:
” dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.» (Qs.  Al-Hujuraat [49] : 16)
Wajib :  Hayat artinya hidup.
Mustahil :  Mautun artinya mati.
Seluruh kehidupan makhluk tunduk kepada Allah Swt. Dia yang mengatur semua kehidupan makhluk hidup. Allah Swt. Tidak akan mati dan Dia kekal selamanya   Allah Swt. Berfirman:
Artinya: “Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Yang Hidup Kekal lagi terus menerus Mengurus makhluk-Nya.(Q.S. Ali Imran 3 : 2)
Wajib :  Sama’ artinya mendengar.
Mustahil :  Shummun artinya tuli.
Tidak ada suatu yang tidak didengar oleh Allah Swt. Walaupun jumlah suara manusia ratusan juta, semua akan didengar oleh Allah Swt. Allah Swt. Berfirman:
"  Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui" . (Q.S. al-HujurƗt 49 : 1)
Wajib :  Bashar artinya melihat.
Mustahil : ’Umyun artinya buta.
Allah melihat segala sesuatu, baik yang besar maupun yang kecil, bahkan yang tersembunyi, tanpa bantuan alat untuk melihat. Penglihatan Allah tidak ada batasnya. Teknologi manusia yang paling canggih pun tidak mungkin dapat mengimbangi penglihatan Allah. Firman Allah Swt.:
”Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat” . (Q.S. al-Isra [17] : 1)
Wajib : Kalam artinya berfirman.
Mustahil : Bukmun artinya bisu.
Wajib :  Qadiran artinya Yang Maha Kuasa.
Mustahil : ’Ɩjizan artinya yang lemah.
Sesungguhnya Allah Zat Yang Mahakuasa atas segala sesuatu.

Wajib  : Muridan artinya yang Maha Berkehendak.
Mustahil : Mukrahan artinya yang terpaksa.
Sesungguhnya Allah Zat Yang Maha Berkehendak atas segala sesuatu.
Wajib : ‘Ɩliman artinya Yang MahaMengetahui.
Mustahil : JƗhilan artinya yang bodoh.
Sesungguhnya Allah Zat Yang Maha Mengetahui atas segala sesuatu.
Wajib :  Hayyan artinya Yang Maha Hidup.
Mustahil : Mayyitan artinya yang mati.
Sesungguhnya Allah Zat Yang Mahahidup, hidup selamnya dan tidak akan mati.
Wajib : Sami’an artinya Maha Mendengar.
Mustahil : Asammu artinya yang tuli.
Sesungguhnya Allah Zat Yang Maha Mendengar atas segala sesuatu.
Wajib : Ba܈iran artinya Yang Maha Melihat.
Mustahil : A’ma artinya yang buta.
Sesungguhnya Allah adalah Zat Yang Maha Melihat atas segala sesuatu.
Wajib : Mutakalliman artinya Yang Maha Berfirman.
Mustahil : Abkam artinya yang Bisu.
Sesungguhnya Allah Zat Yang Maha Berkata-kata atau Maha Berfirman.
Pembagian Sifat-sifat wajib bagi Allah
Dua puluh sifat di atas tersebut dikelompokkan menjadi 4 kelompok sebagai berikut:
Sifat Naf܈iyah, yaitu sifat yang berhubungan dengan Zat Allah Swt. semata. Sifat naf܈iyah ini ada satu, yaitu wujud
Sifat Salbiyah, yaitu sifat yang menolak segala sifat-sifat yang tidak layak dan patut bagi Allah Swt, sebab Allah Maha Sempurna dan tidak memiliki kekurangan. Atau bisa diartikan sifat salbiyah ini hanya dimilki oleh Allah dan tidak dimiliki oleh makhluk-Nya.
Sifat salbiyah ini ada lima, yaitu :      
Qidam                            
Baqa’                              
 Mukhalafatu lil hawadisi
Qiyamuhu binafsihi        
Wah daniyyah              
Sifat Ma’ani, yaitu sifat yang ada pada zat Allah yang sesuai dengan kesempurnaan Allah. Karena keberadaan sifat inilah nantinya muncul sifat ma’nawiyah. Yang termasuk sifat ma’ani ada tujuh, yaitu:
Qudrat  
Iradat
‘Ilmu
Hayat
Sama’
Ba܈ar
KalƗm
Sifat-sifat ma’ani ini adalah sifat-sifat yang juga dimiliki oleh makhluk. Bedanya, jika yang memiliki sifat ini Allah maka sifat ini tidak tebatas, sedangkan jika yang memiliki sifat ini makhluk, maka sifat ini terbatas. Contohnya: Allah Maha hidup artinya selamanya dan tidak akan mati. Sedangkan makhluk-Nya juga hidup, tapi suatu saat akan mati. 4.
Sifat Ma’nawiyah, yaitu sifat yang selalu tetap ada pada zat Allah dan tidak mungkin pada suatu ketika Allah tidak bersifat demikian. Jumlah sifat ma’nawiyah sama dengan jumlah sifat ma’ani, yaitu:
Qdiran
Muridan
’Ɩliman
Hayyan
Sami’an
Basiran
Mutakalliman
Sifat-sifat ini sebagai penguat dari sifat-sifat ma’ani Allah. Dengan demikian, sifat ma’ani Allah dan ma’nawiyah-Nya tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya, sebab setiap ada sifat ma’ani tentu ada sifat ma’nawiyah. Dengan kata lain, sifat ma’anawiyah Allah menggambarkan keberadaan dan Zat Allah yang terus menerus memiliki sifat ma’ani. Jika disebutkan Allah bersifat Qudrat (Kuasa), artinya secara otomatis Allah adalah Zat Yang Maha Kuasa dan akan tetap seperti itu tanpa ada batasnya.
Sifat Jaiz Bagi Allah Swt.
Sifat jaiz Allah Swt.. berarti  sifat kebebasan Allah, yakni kebebasan yang dimilikiNya sebagai Tuhan semesta alam. Sifat jaiz Allah Swt.. ialah kebebasan untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu sesuai dengan kehendak-Nya yang mutlak.
”Memperbuat segala seseuatu yang mungkin terjadi atau tidak memperbuatnya.” Firman Allah Swt.:
”Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu” (Q.S. Al-Baqarah [2] :284).
Berikut ini kebebasan-kebebasan mutlak yang dimiliki Allah Swt. a.
 Kebebasan untuk mencipta atau tidak mencipta sesuatu. Allah Swt berfirman :
”Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya.  Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan (dengan Dia) (Qs. al-Qasas [28] :68)
Ayat di atas menjelaskan bahwa apa yang hendak dicipta Allah Swt.. tergantung pada kehendak-Nya semata. Dia memilih sesuatu sesuai kehendak-Nya dan tidak ada pihak lain yang dapat mempengaruhi-Nya.
 Makhluk tidak mempunyai wewenang untuk memilih dan tidak dapat menolak kehendak Allah Swt. jika Allah menghendaki laki-laki, jadilah laki-laki, demikian pula sebaliknya. Manusia hanya diberi hak untuk memohon kepada-Nya. Jika Allah Swt. mengabulkan, jadilah apa yang dikehendaki manusia. Sebaliknya, jika Allah tidak menghendaki, apa pun yang diinginkan manusia tidak akan terjadi.
Kebebasan untuk Mengatur Semua Makhluk Sesuai yang Dia Kehendaki   Kebebasan Allah dalam mengatur semua makhluk telah ditegaskan dalam firmanNya yang sekaligus merupakan tuntunan doa bagi kita. Firman Allah Swt.:
Katakanlah: “Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan   kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau  kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang  yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.(Q.S. Ali Imran [3]:26)                      
Semua perjalanan hidup yang dialami manusia ada pada kekuasaan Allah Swt. Naiknya seseorang ke derajat yang tinggi atau turunnya dari derajat yang tinggi ke derajat rendah tidak terlepas dari kuasa dan kehendak-Nya.
Manusia hendaknya menyadari sedalam-dalamnya sehingga tidak sombong saat mendapatkan atau mengalami suatu yang lebih dari pada yang lainya seperti ilmu, kebahgiaan, harta, dan lain sebagainya. Sebaliknya, tidak mudah mengalami tekanan batin apabila suatu saat mengalami keadaan  yang kurang menyenangkan. Suka dan duka serta sedih dan gembira adalah bagian dari perjuangan hidup yang harus dihadapi dengan kepasrahan jiwa dan raga kepada Allah Swt. Yang mengatur segala-galanya.

Materi Ajar Madrasah Tsanawiyah (MTS) Kelas VII Semester Ganjil (Materi III)

TAAT, IKHLAS, KHAUF, DAN TAUBAT
Sesudah salam dalam shalat subuh, dengan raut muka penuh kesedihan sembari membalikkan tangan, ‘Ali bin Abi Thalib berkata, ‘’Sungguh aku telah menyaksikan sahabat-sahabat Rasulullah, namun sekarang aku tidak melihat sesuatu pun yang menyerupai mereka, dulu mereka bangun tidur dengan rambut acak-acakkan, wajah berdebu, dan di antara mata mereka ada yang seperti persendian paha kambing, karena sebelum itu mereka menghabiskan malam untuk bersujud dan ruku’ serta membaca kitab Allah dan mempergilirkan dahi dan kaki mereka. Jika bangun, mereka mengingat Allah dalam keadaan miring seperti miringnya pohon dihari bertiupnya angin kencang, mata mereka mencucurkan air mata hingga membasahi pakaian mereka karena takut kepada-Nya. Demi Allah, orang-orang sekarang menghabiskan malam mereka untuk hal-hal yang melalaikan.’’Kemudian dia berdiri dan setelah itu tidak lagi pernah terlihat dia tertawa hingga akhir hayatnya.
TAAT
Taat menurut bahasa berarti tunduk, patuh, dan setia. Menurut istilah taat bisa diartikan tunduk dan patuh terhadap segala perintah dan aturan yang berlaku. Taat kepada Allah berarti patuh kepada perintah dan aturan-aturan yang dibuat oleh Allah dalam segala hal. Baik aturan itu berhubungan dengan ibadah kepada-Nya maupun aturan yang berhubungan dengan berinteraksi dengan sesama manusia dan makhluk yang lainnya.
Lantas, bagaimana kita bisa tahu apa peraturan-peraturan Allah untuk kita sehingga kita bisa mentaati-Nya? Melalui al-Qur’an tentunya! Di sana Allah melalui firman- firmanNya telah mengutarakan segala peraturan dan keinginanNya terhadap umat manusia. Kemudian pertanyaan berikutnya adalah bagaiman jika isi peraturan-peraturan itu masih bersifat umum atau global sehingga dirasa perlu penjelasan lebih lanjut? Melalui hadis-hadis Nabi-Nya tentunya! Ya, sebagaimana yang telah kalian ketahui bahwa dasar/sumber akidah Islam adalah alQur’an dan al-Hadis, maka demikian juga, keduanya merupakan dasar dan sumber utama dalam menjalankan ketaatan kepada Allah di dunia. Artinya, tidak cukup kita mentaati Allah tanpa mentaati RasulNya Saw.  Bahkan Allah sendiri yang memerintahkan agar manusia taat kepadaNya dan kepada Rasul-Nya baru kemudian kepada yang lainnya selama tidak bertentangan dengan perintah-Nya dan Rasul-Nya. Dalam al-Qur’an Allah telah berfirman :
”Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benarbenar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. (QS. an-Nisa’ [4]:59)
Dari ayat di atas, maka bisa kita simpulkan kepada siapa saja kita harus taat, yaitu: a.
Kepada Allah Swt. Sebagai seorang Muslim, taat kepada Allah adalah yang paling pertama dan utama. Sebagaimana ayat di atas, kalimat perintah untuk taat yang pertama adalah kepada Allah Swt. Ketaatan kepada Allah ini sifatnya mutlak, tanpa ada keraguan, dan tidak ada tawar menawar dalam segala aspek kehidupan.
Kepada Rasul-Nya, Muhammad Saw. Ketaatan yang kedua adalah ketaatan kepada Nabi Muhammad Saw.  Ketaatan inipun mutlak,sebagaimana ketaatan kepada Allah Swt. ini berarti,taat kepada rasul berarti taat kepada Allah. Demikian juga sebaliknya, tidak taat kepada rasul, berarti tidak taat kepada Allah. Karena ayat di atas jelas bahwa perintah kepada rasul adalah wajib. Hal ini terbukti dari redaksi ayat yang mengulang kata ”taatilah” pada perintah taat yang kedua. Rasulullah telah bersabda:

”Dari Abu Hurairah dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa beliau bersabda: “Barangsiapa mentaatiku sungguh dia telah mentaati Allah, barangsiapa bermaksiat kepadaku maka dia telah bermaksiat kepada Allah" . (HR.Muslim)” Bahkan dalam hadis yang lain, ketaatan kepada Rasul adalah syarat sesorang bisa masuk surga yang artinya ”Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Setiap umatku masuk surga selain yang enggan, “ Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, lantas siapa yang enggan?” Nabi menjawab: “Siapa yang taat kepadaku masuk surga dan siapa yang membangkang aku berarti ia enggan.”(HR. Bukhari)
Kepada ulil amri/ pemerintah Ketaatan yang ketiga adalah perintah taat kepada pemimpin. Hanya saja ketaatan kepada pemimpin ini tidaklah mutlak, tetapi mempunyai syarat, yaitu selama pemimpin tersebut berpegang kepada kitab Allah dan rasul-Nya. Menurut M. Quraish Shihab, pada kata “Ulil Amri” dalam ayat di atas tidak didahului kata “ taatilah”. Ini menunjukkan bahwa ketaatan kepada Ulil Amri tidak berdiri sendiri, tetapi berkaitan atau bersyarat dengan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Oleh karena itu, apabila perintah Ulil Amri itu bertentangan dengan perintah Allah dan rasul-Nya, maka kita tidak dibenarkan untuk mentaatinya.
IKHLAS
Secara bahasa, ikhlas bermakna bersih dari kotoran. Sedangkan secara istilah, ikhlas berarti niat mengharap ridha Allah semata dalam beramal sebagai wujud menjalankan ketaatan kepada Allah dalam kehidupan dalam semua aspek. Ikhlas merupakan akhlak yang agung. Karenanya, ia memilii kedudukan yang sangat penting dalam setiap amalan, baik amalan hati, lisan, maupun badan. Mengapa demikian? Betapa tidak, ternyata nilai setiap amalan sesorang di sisi Allah adalah tergantung pada keikhlasan dia dalam berniat. Artinya, menjaga niat yang ikhlas semata-mata karena Allah dalam menjalankan segala amalan merupakan syarat utama diterimanya amalan tersebut. Oleh karena itu, kita harus mendahului dengan niat yang ikhlas dalam menjalankan amalan sebagaimana perintahNya dalam surat al- an’am yang artinya: ”Katakanlah: “Sesungguhnya salat, ibadah, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, (Q.S. al-An’Ɨm [6]:162)
Demikian pula rasulullah Saw. telah bersabda berhubungan dengan pentingnya menjaga niat yang ikhlas. Beliau bersabda yang artinya :
“Dari Umar bin Al Khaththab Ra. berkata; saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiaptiap orang (tergantung) apa yang diniatkan. Barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan”(HR. Bukhari).
Demikianlah, betapa niat yang ikhlas memegang peran yang penting dan utama dalam setiap amalan. Semoga Allah senantiasa memberi kita kekuatan untuk menjaga keiikhlasan dalam berniat sehingga kita termasuk golongan muklishin.
KHAUF
Di antara akhlak mulia yang menghiasai seorang mukmin adalah khauf. Secara bahasa, khauf berasal dari bahasa Arab yang berarti takut; resah; khawatir; cemas. Jika dide¿nisikan secara lebih panjang, khauf berarti perasaan gelisah atau cemas terhadap suatu hal yang belum diketahui dengan pasti. Menurut istilah dalam Islam, sebagaimana diuraikan dalam kamus tasawuf, khauf adalah suatu sikap mental merasa takut kepada Allah karena kurang sempurna pengabdiannya, takut atau khawatir kalau-kalau Allah tidak senang padanya dan akan menghukumnya karena apa yang telah ia lakukan. Orang tidak dikatakan takut hanya karena menangis dan mengusap air matanya, tetapi karena takut melakukan sesuatu yang mengakibatkan ia disiksa karenanya.
Sifat khauf ini muncul disebabkan seseorang telah benar akidahnya (berakidah Islam) yang meyakini keberadaan Allah dan mengenalNya melalui sifat-sifatNya di antaranya adalah Allah yang Maha Wujud, Maha Melihat, Maha Tahu, Maha Mendengar, dan lain sebagainya. Dengan begitu, karena mengenal Allah dengan baik, dia akan senantiasa merasa diawasi dan akan senantiasa dimintai pertanggungjawaban atas segala yang dia lakukan. Lebih mudahnya berarti semakin sesorang mengenal Allah maka semakin besar pula sifat khauf terhadapNya. Rasulullah Saw.  bersabda dalam hadis beliau yng diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari ‘Aisyah Ra.:
‘’Demi Allah, sungguh aku adalah orang yang paling tahu dengan Allah dan paling takut kepada-Nya.’’(HR. Bukhari dan Muslim) Dari paparan di atas, maka bisa kita tarik kesimpulan bahwa khauf harus ada pada diri kita, setiap Mukmin. Untuk mengontrol diri dari perbuatan-perbuatan yang tidak disukai oleh Allah.
Sebanarnya, ada satu akhlak mulia lagi yang mengikuti khauf yang harus kita miliki, yaitu raja’. Secara bahasa, raja’  berarti harapan/cita-cita; sedangkan menurut istilah ialah bergantungnya hati dalam meraih sesuatu di kemudian hari. Raja` merupakan ibadah yang mencakup kerendahan dan ketundukan, tidak boleh ada kecuali mengharap hanya kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Memalingkannya kepada selain Allah adalah kesyirikan, bisa berupa syirik besar atau pun syirik kecil tergantung apa yang ada dalam hati orang yang tengah mengharap.
Raja’ (harapan/mengharap) tidaklah menjadikan pelakunya terpuji kecuali bila disertai amalan. Raja` tidak akan sah kecuali jika dibarengi dengan amalan. Oleh karena itu, tidaklah seseorang dianggap mengharap apabila tidak beramal. Amal yang dimaksud adalah bukan maksiat tentunya. Merupakan bentuk penghinaan kepada-Nya jika kita bermaksiat tapi mengharap ridha dariNya.
Khauf dan raja’ ibarat dua mata uang yang tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya, keduanya saling mendukung. Bila keduanya menyatu dalam diri seorang Mukmin, maka akan seimbanglah seluruh aktivitas kehidupannya. Bagaimana tidak, sebab dengan khauf akan membawa dirinya untuk selalu melaksanakan ketaatan dan menjauhi perkara yang diharamkan; sementara raja` akan menghantarkan dirinya untuk selalu mengharap apa yang ada di sisi Rabb-nya. Pendek kata dengan khauf (takut) dan raja` (pengharapan) seorang Mukmin akan selalu ingat  bahwa dirinya akan kembali ke hadapan Sang Penciptanya (karena adanya rasa takut), disamping ia akan bersemangat memperbanyak amalan-amalan (karena adanya pengharapan). Mungkin jika kita boleh katakan dengan bahasa kita sekarang ini, khauf dan raja’ adalah “harapharap cemas”.  Keterkaitan dua akhlak mulia ini sebagaimana difirmankan oleh Allah yang artinya :
“Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut akan (azab) Tuhan mereka, dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Tuhan mereka, dan orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Tuhan mereka (sesuatu apapun), dan orangorang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka, mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.” (Qs. al-Mukminun [23]: 57-61)
Berkaitan dengan ayat di atas, ‘Aisyah Ra. pernah bertanya kepada Rasulullah  Saw. apakah mereka itu (yang dimaksud dalam ayat di atas) adalah orang-orang yang meminum khamr, berzina, dan mencuri? Rasulullah menjawab, “Bukan! Wahai putri Ash-Shiddiq. Justru mereka adalah orang-orang yang melakukan shaum, salat, dan bersedekah, dan mereka khawatir tidak akan diterima amalannya. Mereka itulah orangorang yang bergegas dalam kebaikan.” [HR. At-Tirmidzi dari ‘Aisyah].
TAUBAT
Pengertian Taubat
Taubat secara bahasa berarti ”kembali”. Secara istilah, taubat berarti kembali ke jalan yang benar dengan didasari keinginan yang kuat dalam hati untuk tidak kembali melakukan dosa-dosa yang pernah dilakukan sebelumnya.
Sebagai manusia biasa, bukan malaikat ataupun Nabi yang memilki sifat ma’shum (terjaga dari perbuatan dosa), secara langsung atau tidak langsung, sengaja atau tidak sengaja, kerap kali akan bersinggungan dengan yang namanya kesalahan atau dosa. Baik kesalahannya sebagai makhluk individu yang berhubungan langsung dengan Allah, maupun sebagai makhluk sosial yang berhubungan dengan anak Adam yang lain. Untungnya, sebagai seorang Muslim diberi jalan selebar-lebarnya oleh Allah untuk memperbaiki kesalahan itu melaui sebuah pintu yang disebut dengan taubat. Dalam sebuah hadis disebutkan yang artinya :
Dari Anas dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Semua bani Adam pernah melakukan kesalahan, dan sebaik-baik orang yang salah adalah yang segera bertaubat.”(HR. Ibnu Majjah dari Anas) Karenanya, Allah memerintahkan untuk bertaubat kepada semua umat manusia yang telah melakukan dosa. Allah berfirman yang artinya : ”Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahankesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungaisungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: “Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Allah adalah Zat yang Maha menerima taubat, sebagaimana disebutkan di dalam QS. an-Na܈r ayat 3. Tidak ada satu dosapun yang tidak diampuni oleh Allah kecuali syirik atau mempersekutukan-Nya:
Allah swt berfirman dalam surat an-Nisa yang artinya :
”Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar”.(Q.S. an-Nisa [4]:48)
Nah, jelaskan bahwa Allah itu maha Pengampun? Maka, sudah seharusnyalah kita menyegerakan diri untuk bertaubat kepadaNya dari segala dosa. Taubat dengan sebenarbenarnya taubat atau semurni-murninya taubat, yang biasa disebut dengan ”taubatan nasuha”. Rasulullah Saw.  pernah bersabda yang artinya:“ Hai manusia bertobatlah kepada Allah dan mintalah ampunan kepadaNya. Sesungguhnya aku sendiri bertabat dalam sehari 100 kali.” (HR.Muslim).
Betapa manusia termulia yang mendapat jaminan surga, bahkan surga tidak akan dibuka sebelum beliau masuk, bertaubat 100 kali dalam sehari semalam. Lantas bagaimana dengan kita? Manusia biasa yang tidak pernah luput melakukan dosa dalam keseharian kita? Berapa kalikah kita bertaubat sehari semalam? Atau minimal berapa kalikah kita beristighfar dalam sehari semalam?.
Jenis dan syarat taubat
Di atas telah dijelaskan bahwa manusia adalah makhluk individu dan juga makhluk sosial. Artinya, dia tidak terlepas dari berbuat salah yang berhubungan dengan Tuhan dan berbuat salah yang berhubungan dengan sesama manusia. Karenanya, jenis dan syarat taubat dibagi menjadi dua yaitu: a.
a. Taubat menyangkut dosa terhadap Allah Imam Nawawi mengatakan bahwa ada 3 (tiga) syarat dalam melaksanakan taubat yang wajib dilakukan oleh setiap Muslim atas dosa yang dilakukan apabila maksiat itu di antara manusia dengan Allah dan tidak berhubungan dengan hak sesama manusia (haqqul 'adami), maka ada 3 (tiga) syarat:
1) Meninggalkan perilaku dosa itu sendiri.
2) Menyesali perbuatan maksiat yang telah dilakukan.
3) Berniat tidak melakukannya lagi selamanya. Apabila tidak terpenuhi ketiga syarat di atas, maka tidak sah taubatnya.

Taubat menyangkut dosa terhadap sesama manusia
Sedangkan jika dosa itu berhubungan dengan hak anak Adam/sesama manusia maka lebih lanjut Imam Nawawi menyebutkan ada 4 (empat) syarat yaitu:
1)  Meninggalkan perilaku dosa itu sendiri.
2)  Menyesali perbuatan maksiat yang telah       dilakukan.
3)  Berniat tidak melakukannya lagi         selamanya.
4)  Membebaskan diri dari hak manusia yang dizalimi dengan cara sebagai berikut:
(a). Apabila menyangkut harta dengan cara mengembalikan harta tersebut;
(b) Apabila menyangkut non-materi seperti pernah memfitnah, menggunjingnya
(ghibah), dan lain-lain, maka hendaknya meminta maaf kepada yang bersangkutan. Taubat dari segala kesalahan tidaklah membuat seorang terhina di hadapan Tuhannya. Hal itu justru akan menambah kecintaan dan kedekatan seorang hamba dengan Tuhannya karena sesungguhnya Allah sangat mencintai orang-orang yang bertaubat dan mensucikan diri. Sebagaimana Firman-Nya dalam QS. al-Baqarah [2]: 222:
”Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orangorang yang mensucikan diri”. (Q.S. al-Barqarah [2]:222)

Materi Ajar Madrasah Tsanawiyah (MTS) Kelas VII Semester Ganjil (Materi IV)


ADAB SHOLAT DAN BERDZIKIR
Adab Sholat
           Shalat adalah ibadah wajib bagi setiap muslim yang sudah baligh dan berakal sehat. Shalat pada hakikatnya adalah bentuk komunikasi antara seorang hamba dengan Allah Swt.. Akan tetapi, banyak orang kurang bisa menikmati ibadah shalat. Hal ini bisa disebabkan beberapa hal, di antaranya adalah karena ia menganggap shalat hanyalah rutinitas belaka, sehingga shalatnya tidak berdampak apa-apa dalam kehidupannya. Padahal Allah ber¿rman bahwa dengan shalat yang khusyu’ maka seseorang akan bisa terhindar dari berbuat kekejian dan kemunkaran. Sehingga di antara masalah  bangsa ini adalah banyak orang yang shalat, tapi sebagian mereka ada yang melakukan korupsi. Naudzu Billahi. Lalu kita perlu bertanya; Ada apa dengan shalatnya? Bagaimanakah shalatnya?
Marilah kita agungkan ibadah shalat ini dengan cara memperhatikan adab-adabnya, yaitu:
Menjaga waktu dan batas-batasnya.  
Ketika waktu shalat masuk, bersegera menunaikannya dengan penuh semangat saat kewajiban itu tiba. Nabi bersabda pada Bilal: “Wahai Bilal, hiburlah kami dengan shalat!“ (Maksudnya: beradzanlah lalu kita melaksanakan shalat dan menikmati shalat).  Allah berfirman yang artinya: "Maka celaka bagi orang-orang yang shalat. Yaitu orang yang shalat mereka lupa diri" . Para ulama mengatakan lupa dalam ayat ini terutama adalah masalah meneledorkan waktu shalat.
Demikian pula tempat shalat dan sujud, kita rapikan dan bersihkan dari najis-najis yang ada, singkirkan gambar, tulisan atau apa saja yang mengganggu kekhusyu’an shalat. 3.
Memakai  pakaian kita yang terbaik, saat panggilan shalat telah tiba, rapi, santun, baik,  harum semerbak (bagi laki-laki)  dan menutup aurat secara sempurna. Allah amat senang kalau perintahnya kita amalkan dengan suka cita. Allah memerintahkan dalam Al-Quran:
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu  yang indah di setiap (memasuki) masjid, …”. {QS. al-A’raf 7: 31}.
Memakai pakaian terbaik saat shalat merupakan tanda dan wujud syukur seseorang akan nikmat Allah Swt. yang dikaruniakan padanya.
Menyesal serta bersedih, jika tidak dapat menunaikan dan menikmati shalat dengan baik dan sempurna. Di antara inti shalat adalah berzikir di dalam shalat. Allah ber¿rman pada Nabi Dawud: “Dan dengan berzikir padaKu, hendaklah mereka merasa ni’mat”. Allah ber¿rman: “dan sungguh, zikir pada Allah-lah yang terbesar”. Maksudnya adalah kita diharapkan menikmati zikir atau bacaan-bacaan shalat kita, sehingga berpengaruh pada hati nurani dan amal perbuatan sehari-hari.
Dan supaya kita khusyu’, Nabi memerintah: “shalatlah seperti shalatnya orang yang berpamitan (dari dunia ini)”. Maksudnya shalatlah seakan-akan ini adalah shalat kalian yang terakhir di dunia.

Adab Berzikir
Kurang afdhal apabila orang yang melaksanakan shalat, usai salam ia langsung berdiri pulang tanpa berzikir. Sehingga ba'da shalatpun seseorang dianjurkan berzikir. Zikir menurut bahasa berarti ingat. Dalam hal ini yang dimaksud adalah mengingat Allah dengan cara memperbanyak mengucapkan kalimat-kalimat thayyibah  sesuai dengan yang diajarkan oleh rasulullah, para sahabat, dan orang-orang yang soleh sebelum kita. Allah Swt. berfirman dalam surah al-A’raf ayat 205 yang artinya :
 “Dan sebutlah (nama) Tuhannmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai” (Q.S. al-A’raf  [7]:205).
Ayat di atas, maka kita akan paham bahwa zikir adalah suatu yang diperintahkan oleh Allah sesering mungkin. Kita sebagai seorang Muslim tentunya tidak asing lagi dengan zikir. Hanya saja,terkadang kita tidak memperhatikan adab/cara berzikir. Sehingga tidak jarang zikir yang kita lakukan tidak berbekas sama sekali terhadap kehidupan kita. Padahal minimal, zikir bisa menentramkan hati  pelakunya, sebagaimana firman Allah yang berarti: “Bukankah dengan berzikir/ mengingat Allah hati akan menjadi tentram? ”Oleh karenanya, perlu kita perhatikan adab-adab saat berzikir kepada Allah. Adapun adab berzikir di antaranya adalah: Ikhlas dalam berzikir mengharap ridha Allah, membersihkan amal dari campuran dengan sesuatu. Menghadirkan makna zikir dalam hati, sesuai dengan tingkatannya dalam musyahadah.
Berzikir dengan zikir dan wirid yang telah dicontohkan Rasulullah, karena zikir adalah ibadah. Membaca Al-Quran dengan niat berzikir juga dianjurkan.
Mencoba memahami maknanya dan khusu’ dalam melakukannya.
Duduk disuatu tempat atau ruangan yang suci seperti duduk dalam shalat juga dianjurkan.
Mewangikan pakaian dan tempat dengan minyak wangi,  pakaian yang bersih dan halal.
Memilih tempat yang agak sunyi, boleh memejamkan dua mata, karena dengan mata terpejam itu, tertutup jalan-jalan panca indra lahir, sehingga mengakibatkan terbukanya panca indra hati.

Materi Ajar Madrasah Tsanawiyah (MTS) Kelas VII Semester Ganjil (Materi V)

 NABI SULAIMAN A.S.
Keagungan Nabi Sulaiman
Sulaiman bin Dawud adalah satu-satunya Nabi sekaligus raja yang memperoleh keistimewaan dari Allah Swt. sehingga bisa memahami bahasa binatang. Dia bisa bicara dengan burung Hud-hud dan juga mampu memahami bahasa semut. Dalam Al-Quran surah An-Naml ayat 18-26 adalah contoh dari sebahagian ayat yang menceritakan akan keistimewaan Nabi yang sangat kaya-raya ini. Firman Allah:  “Dan Sulaiman telah mewarisi Daud dan dia berkata: Wahai manusia, kami telah diberi pengertian tentang suara burung dan kami diberi segala sesuatu. Sesungguhnya (semua) ini benar-benar suatu karunia Allah yang nyata”.   Nabi Sulaiman adalah  Nabi yang dipilih Allah untuk menjadi kekasihnya. Di antara karunia besarnya adalah:
1. Mengetahui bahasa semua binatang.
2. Nabi yang paling kaya di antara manusia sepanjang sejarah peradaban.
3. Mempunyai pasukan yang paling kuat dalam sejarah manusia, yaitu pasukan manusia dan para jin yang bekerja menuruti perintahnya.
4. Ia juga dapat mengendarai angin sesuai perintahnya. Kemampuan mengendarai  angin ini merupakan kendaraan yang paling cepat di antara kendaraan manapun.
Tetapi justru dengan kekuasaannya yang amat agung dan besar seakan tidak terbatas, hal ini membuat Nabi Sulaiman merasa rendah hati di hadapan makhlukNya yang lain,  di antaranya adalah:
Rasa malu pada Allah Swt.: Nabi Sulaiman melihat  karunia Allah  terlalu besar, tetapi ibadahnya ia merasa masih kurang, beliau malu memandang ke langit karena malu kepada Allah Swt.
Berdialog dengan rakyat kecil: Nabi Sulaiman senang berkomunikasi dengan rakyatnya, walaupun rakyatnya (hanya) beberapa ekor semut. Ketika pasukan jin, manusia dan burungburung  sampai di lembah semut berkatalah seekor semut bernama Jarsan, ia berkata:  "Wahai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari". Mendengar hal ini, Nabi Sulaiman bertanya: 'Mengapa engkau berkata seperti itu? Maka Jarsan berkata: "Mohon maaf wahai Nabi, saya akan memerintah  yang lain". Maka Jarsan berkata pada  warga semut: "Wahai para semut, marilah kita minggir berbaris rapi untuk menyaksikan iring-iringan pasukan  Nabi Sulaiman". Dari  sinilah Nabi Sulaiman tersenyum dan berdoa pada Allah supaya diberi karunia pandai bersyukur atas nikmat Allah Swt. Baca QS. An-Naml [27]:18-26.
Nabi Sulaiman senang bekerja sebagai wujud syukur: Nabi Sulaiman termasuk sebagian nabi yang paling pandai bersyukur seperti diungkap dalam Al-Quran. Suatu ketika beliau bertanya pada Allah: "Ya Allah tunjukkan padaku seseorang yang bisa membuatku pandai bersyukur? "Lalu Allah memerintahnya melihat dua orang yang bekerja keras. Yang seorang bekerja keras bertujuan sekedar untuk mengganjal perut dari kelaparan. Sedangkan yang satu lagi ia bekerja bertujuan untuk bersyukur dan  tidak termasuk orang yang dikatakan penganggur. Lalu Nabi Sulaiman berdoa pada Allah supaya diajari pekerjaan yang membuatnya bersyukur, lalu Allah mengajarinya ilmu menyepuh besi dengan emas. Sehingga beliaulah manusia pertama yang menyepuh besi dengan emas.
Juga kehebatan kekhusyuan shalat Nabi Sulaiman: Sampai-sampai beliau meninggal dalam posisi sedang berdiri shalat. Sudahkah shalat kalian khusyu? Allah berfirman dalam Q.S. As Saba’ 34:14 yang artinya “Maka tatkala Kami telah menetapkan kematian Sulaiman, tidak ada yang menunjukkan kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap yang memakan tongkatnya. Maka tatkala ia telah tersungkur, tahulah Jin itu, bahwa kalau sekiranya mereka mengetahui yang ghaib tentulah mereka tidak tetap dalam siksa yang menghinakan (jadi pelayan yang bekerja keras untuk Nabi Sulaiman). (QS. As-Saba [34]: 14)
Beberapa tafsir menyebutkan bahwa meninggalnya Nabi Sulaiman adalah ketika beliau sedang berdiri melaksanakan shalat. Dalam keadaan berdiri, ruhnya diambil oleh Allah Swt., dan beliau sedang berdiri memegang sambil bersandar pada tongkatnya, ia berdiri dalam posisi meninggal selama satu tahun, dan pasukannya yang juga terdiri dari jin-jin dan setan tidaklah mengetahui kalau Nabi Sulaiman telah meninggal bahkan sudah selama satu tahun. Sehingga  tongkat yang dipakai bersandar itu rapuh dimakan rayap, saat itulah Nabi Sulaiman tersungkur  jatuh, dan saat itulah para jin sadar bahwa Nabi Sulaiman telah meninggal. Subhanallah. Semoga kita bisa meneladaninya. Amin.

Minggu, 29 April 2018

Materi Ajar Madrasah Tsanawiyah (MTS) Kelas VII Semester Genap (Materi I)


Asmaul Husna (Mendekati Allah SWT Melalui Nama-nama Nya)

1.      Definisi Asmaul Husna
            Secara bahasa arti dari asma’ adalah nama-nama, sedangkan al-husna adalah terbaik. Asmaul husna adalah Nama-nama terbaik yang mencerminkan kebesaran Allah dan keagungan-Nya yang mesti menyatu
dalam diri-Nya. Allah berfirman juga dalam Q.S Thaha [20] : 8
 “ Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Dia mempunyai Al asmaaul husna (nama-nama yang baik).
Dalam hadisnya Rasulullah bersabda:
"Sungguh Allah mempunya 99 nama, 100 kurang satu, barang siapa menghafalnya, maka ia akan masuk surga”. (HR Bukhari dan Muslim).
            Jadi, Asmaul husna adalah nama-nama terbaik dan agung yang dimiliki oleh Allah Swt. Kita harus meyakini bahwa Allah mempunyai nama-nama terbaik ini. Allah sendiri menyatakan dalam Al-Quran bahwasannya Dia memang mempunyai nama-nama terbaik, yaitu Asmaul Husna. Beberapa ayat yang menunjukkan keberadaan Asmaul husna di antaranya adalah:
 “Dialah Allah yang Menciptakan, yang Mengadakan, yang membentuk Rupa, yang mempunyai asmaaul Husna. bertasbih kepadanya apa yang di langit dan bumi. dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Q.S al-Hasyr 59: 24).
            Allah juga memerintah hamba-Nya untuk berdoa menggunakan media nama-nama-Nya, asmaul husna, Allah ber¿rman dalam surah al-A’raf [7]: 180:
“Allah berfirman: "Keluarlah kamu dari surga itu sebagai orang terhina lagi terusir. Sesungguhnya Barangsiapa di antara mereka mengikuti kamu, benar-benar aku akan mengisi neraka Jahannam dengan kamu semuanya".
Pembahasan 1:
1. Al-Aziz (Azza) yang artinya Maha Perkasa.
2. Al-‘Adl, Maha Adil.
3.Al-Qayyum, Maha Berdiri Sendiri (Maha Mengurusi hambaNya).
Pembahasan 2:
4. Al-Ghaffar artinya Maha Pengampun
5. Al-Basit ܒartinya Maha Melapangkan
6.An-Nafi’ artinya Maha Memberi Manfaat
Pembahasan 3:
7. Ar-Ra’uf, Maha Pengasih.
8. Al-Barr, Maha Baik.
9. Al-Fattah, Maha Membuka, Memenangkan.

2.      Memahami Kebesaran Allah Melalui Asmaul Husna
1)      Al-Aziz
      Al-Aziz adalah nama Allah yang menunjuk pada pengertian kekuatan, hegemoni, ketinggian, dan mengendalikan. Al-’Aziz juga merupakan nama Allah yang menunjukkan keperkasaan Allah Swt. Keperkasaan-Nya tidaklah mampu diukur oleh manusia ataupun makhluk lainnya. Allah berfirman dalam QS. Yasin ayat 1-5 yang menunjukkan bahwa diriNya yang memiliki Maha Keperkasaan dan Maha kasih sayang. Yaitu:
1. Yaa siin
2. demi Al Quran yang penuh hikmah,
3. Sesungguhnya kamu salah seorang dari rasul-rasul,
4. (yang berada) diatas jalan yang lurus,
  5.(sebagai wahyu) yang diturunkan oleh yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang.
        Dalam ayat ini, Allah memaklumatkan bahwa diri-Nya-lah yang Maha Perkasa dan Maha Bijaksana, tiada yang bisa mengungguli keperkasaan Allah Swt. Misalnya dalam menggerakkan matahari di atas kita, Allah Maha Perkasa untuk menjaganya sampai nanti hari kiyamat. Dalam Al-Quran penyebutan kata Al-Aziz sering kali diiringi dengan kata al-hakîm atau kata al-Rahim. Misalnya dalam surah al-Maidah [5]:118: 
“ Jika Engkau menyiksa mereka, Maka Sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni mereka, Maka Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Hal ini menunjukkan bahwa sifat Maha Keperkasaan, Maha Kekuatan-Nya, sifatMaha Mengendalikan-Nya senantiasa diiringi dengan Kebijaksanaan Allah dan kasih sayang Allah Swt.
2)      Al-Adl
      Kata ‘adl di dalam Al-Qur’an memiliki aspek dan objek yang beragam, begitu pula pelakunya. Keragaman tersebut mengakibatkan keragaman makna ‘adl (keadilan). Menurut penelitian M. Quraish Shihab bahwa —paling tidak— ada empat makna keadilan.
      Pertama, ‘adl di dalam arti ‘sama’. Kedua, ‘adl di dalam arti ‘seimbang’. Ketiga, ‘adl di dalam arti ‘perhatian terhadap hak-hak individu dan memberi kan hakhak itu kepada setiap pemiliknya’. Pengertian inilah yang dide¿nisikan dengan ‘menempatkan sesuatu pada tempatnya’ atau ‘memberi pihak lain haknya melalui jalan yang terdekat’ Keempat, ‘adl di dalam arti ‘yang dinisbahkan kepada Allah’. ‘Adl di sini berarti ‘memelihara kewajaran atas ber lanjutnya eksistensi, tidak mencegah kelanjutan eksistensi dan perolehan rahmat sewaktu terdapat banyak kemungkinan untuk itu. Jadi, keadilan Allah pada dasarnya merupakan rahmat dan kebaikan-Nya. Keadilan Allah mengan dung konsekuensi bahwa rahmat Allah swt. tidak tertahan untuk diperoleh sejauh makhluk itu dapat meraihnya. Allah memiliki hak atas semua yang ada, sedangkan semua yang ada tidak memiliki sesuatu di sisiNya.
      M. Quraish Shihab menegaskan bahwa manusia yang bermaksud meneladani sifat Allah yang al-‘Adl ini—setelah meyakini keadilan Allah—dituntut untuk menegak kan keadilan walau terhadap keluarga, ibu bapak, dan dirinya, bahkan terhadap musuhnya sekalipun. Keadilan pertama yang dituntut adalah dari dirinya dan terhadap dirinya sendiri, yakni dengan jalan meletakkan syahwat dan amarahnya sebagai tawanan yang harus mengikuti perintah akal dan agama; bukan menjadikannya tuan yang mengarahkan akal dan tuntunan agama. Karena jika demikian, ia justru tidak berlaku ‘adl, yakni menempatkan sesuatu pada tempatnya yang wajar.
3)      Al-Qayyum
      Al-Qayyûm adalah salah satu dari Asmaul Husna . Al-Qayyum artinya Maha (cermat) Berdiri sendiri dalam Mengurusi hamba-hambaNya. Allah berfirman dalam ayat Kursi (al-Baqarah 2:255), bahwa Allah tak tersentuh oleh rasa kantuk sedikitpun, tidak juga tersentuh oleh tidur. Hal ini disebabkan karena Allahlah yang Maha Suci dari sifat-sifat kekurangan yang hanya dialami oleh makhluk-Nya.
“Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. “
Nabi dalam doa hariannya juga berdoa menggunakan lafal Ya Hayyu Ya Qayyum, yaitu: “Ya Allah Yang Maha Hidup lagi Maha Mengurusi hambaNya, dengan rahmatMu kami mohon pertolongan, perbaikilah keadaan kusemuanya, dan jangan Engkau serahkan padaku (akal dan kekuatanku), sekejap mata-pun”.
      Allahlah yang mengurusi dan memperbaiki alam semesta setelah di lakukan perusakan oleh manusia, tiada yang lebih baik daripada perbuatan Allah dalam mengurusi dan memperbaikinya. Misalnya ada manusia yang mengotori tanah dengan limbah-limbah, nanti Allah akan memperbaiki juga walau jika kita melihatnya akan memerlukan waktu yang lama. Allah tidaklah tersentuh oleh rasa lelah, kantuk dan tidur. Suatu ketika Nabi Musa As. bertanya kepada Allah: “Ya Allah, tidakkah Engkau merasa lelah dalam menjaga makhluk-makhlukMu, juga alam semesta ini?” Maka, Allah memerintah Musa As. untuk mengambil sebuah cermin. Allah berfirman: “Ambillah sebuah cermin wahai Musa, lalu peganglah ia, satu malam saja dengan berdiri, jangan sampai cermin tersebut jatuh”.
      Lalu Nabi Musa mengambil dan memegang cermin itu, dan berusaha berdiri semalam untuk menjaga cermin tersebut supaya tidak jatuh. Dan sampailah pertengahan malam, dan karena lelah dan berat rasa kantuk Nabi Musa, maka terjatuhlah cermin itu dari tangan Mabi Musa. Setelah terjatuh, maka cermin itu jatuh berkeping-keping. Lalu Nabi Musa mengambil pecahan-pecahan cermin.
4)      Al-Ghaffar
      Al-Ghaffar adalah nama Allah yang menunjukkan sifat-Nya bahwa Allah Maha Pengampun yang akan memberikan ampunan pada hamba-Nya yang mu’min. Allah amat senang dalam memberikan ampunan (maghfirah) kepada hamba-Nya jikalau hamba tersebut mau memohon ampunan pada-Nya. Allah memerintah hamba-Nya untuk meminta ampunan padaNya, karena tiada hamba yang selalu berada di atas kebenaran 100 %. Beberapa Nabi juga mengalami hal yang sama, mereka ada yang melakukan kekhilafan, lalu Allah memberitahu cara mereka memohon ampunan, lalu mereka memohon ampunan dan bertaubat pada Allah Swt. Allah berfirman dalam QS. Nuh [71]:10-12.
“Maka aku katakan kepada mereka: 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun-, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan Mengadakan untukmu kebun-kebun dan Mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.”
5)      Al-Basit
      Arti al-Basît adalah Maha Meluaskan rizki bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya. Karena Allahlah yang melapangkan rizki dan juga menyempitkannya, yang membentangkan rizki itu dengan rahmat-Nya dan menahannya dengan kebijakan-Nya terhadap hambaNya yang bersangkutan.
“Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya; Sesungguhnya Dia Maha mengetahui lagi Maha melihat akan hamba-hamba-Nya. Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.” (QS. al-Isra’ [17]:30-31)
      Al-Basith adalah membentangkan rizki kepada hamba-Nya dan meluaskannya kepada mereka dengan kedermawanan-Nya dan rahmat-Nya. Lawanya adalah al-Qabidh yang artinya menahan rizki dengan kebaikan hati-Nya. Dengan demikian, Allah adalah Zat yang Memberi dan sekaligus Menahan.
      Dalam kehidupan ini, makhluk Allah mengalami pasang surut kehidupan. Ada kalanya miskin, lalu Allah menjadikan dan juga termasuk manusia akan mengalami roda kehidupan.
      Allah sudah mengatur rizki makhluk-Nya, bahkan Allah sudah mengatur rizkinya semut, bakteri dan lain-lain sebagainya, Allah itu Maha Melapangkan rizki, sehingga kita sebagai hambaNya dilarang takut akan mengalami kesempitan rizki selagi kita melaksanakan perintah Allah Swt.
      Allah Swt. senantiasa membentangkan rahmatNya dan kasih-Nya untuk menerima taubat hamba yang terlanjur berbuat dosa. Dia membentangkan rezeki (memperbanyak rezeki) yang dibutuhkan hamba-Nya, dan Dia pula mempersempit rezeki kepada hamba yang dikehendaki- Nya. Firman Allah Swt. :

“Allah meluaskan rezki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki.” (Qs. ar-Ra’d 13:26).
6)      An-Nafi’
      Allah dalam menciptakan segala yang ada di alam ini tiada yang sia-sia. Allah mempunyai tujuan dan manfaat, sehingga ciptaan Allah mesti akan bermanfaat pada makhluk-Nya yang lain. Allah menciptakan bakteri umpamanya, ada sebagian besar bakteri yang juga mempunyai manfaat bagi tubuh manusia. Allah menciptakan buah manggis misalnya, maka buah ini dapat dikonsumsi sebagai buah-buahan yang segar. Bahkan sekarang ini, kulit dari buah manggispun dijadikan sebagai obat untuk berbagai jenis penyakit yang dialami oleh manusia seperti obat penyakit kanker, jantung, kolesterol jahat dan lain-lain. Hal ini menunjukkan bahwasannya Allah tidak menyia-nyiakan hal-hal kecil-pun dari ciptaan-Nya. Allah Maha Cermat dalam memberikan aspek manfaat ciptaanNya.
Allah berfirman dalam surah Ali Imran [3] 190-191:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.”
7)      Ar-Ra’uf
      Ar-Ra’uf adalah salah satu dari Asmaul Husna. Allah mempunyai nama Ar-Ra'uf yang artinya Maha Belas Kasih dan Maha Memberi kepada hamba-hambaNya. Allah sudah amat termasyhur akan kedermawanannya, sehingga makna Ar-Ra'uf bisa dimaknai dengan Maha Dermawan juga.
      Allah Maha Memberi dan selalu memberi walaupun tidak diminta, walau hamba tidak mau beribadah dan berdoa kepadaNya, maka Allah tetap akan memberi di dunia ini.
      Inilah wujud cinta Allah kepada hambaNya di dunia.Ya, bukti cinta adalah memberi. Allahlah yang paling banyak memberi karunia pada hamba-Nya. Tetapi di akhirat, Allah hanya memberikan rahmatnya paa orang-orang Mukmin saja.
      Sifat kasih sayang Allah ini yaitu Ar-Ra'uf, sudah diamalkan dengan sempurna oleh Nabi Muhammad Saw. Dalam Al-Quran, saking baiknya pelaksanaan amal Nabi Muhammad Saw. sampai pada akhirnya Allah menyebutkan dan memuji Nabi, lalu juga menulis perilaku Nabi sama dengan yang diinginkan oleh Allah Swt.
Allah berfirman dalam Q.S at-Taubah 9:128.
 “Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, Amat belas kasihan lagi Penyayang terhadap orang-orang mukmin.”
8)      Al-Barr
      Dialah Allah, Tuhan Yang Maha Dermawan, Yang Maha melimpahkan kebaikan. DanDialah Allah menganugerahkan aneka anugerah untuk kemaslahatan makhluk-Nya, anugerahyang sangat luas dan tidak terhingga. Walaupun terhadap manusia yang durhaka kepada-Nya, namun Dia tetap melimpahkan kebaikan-Nya kepada mereka. Firman Allah Swt. :
“Sesungguhnya Kami dahulu menyembah-Nya. Sesungguhnya Dia-lah yang melimpahkan kebaikan lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Ath-Thur 52:28).
      Penggunaan sifat al-Barr dengan al-Rahim untuk mengisyaratkan bahwa aneka kebaikan itu diberikan Allah atas kasih sayangNya yang melimpah. Dan Dia tak mengharapkan imbalan apapun dari kebaikan pada makhlukNya.
      Allah adalah Maha Baik, dalam memperlakukan hambaNya selalu baik. Bahkan dalam kemaslahatan suatu penyakit umpamanya, Allah Maha Baik dalam hal memberikan yang baik terhadap hamba tersebut. Orang yang mengalami sakit apapun bentuknya, manakala dia ikhlas dalam menjalaninya, maka penyakit inipun akan menjadi penghapus dosanya bagi mereka yang mengalaminya.
      Sakit dalam pandangan Allah adalah merupakan cara untuk membersihkan hamba dari dosa-dosa. Nabi Bersabda bahwasannya semua yang menimpa manusia tiada lain bertujuan untuk menyempurnakan manusia sehingga sewaktu mereka akan menghadap Allah nanti dalam keadaan suci bersih. Nabi bersabda bahwasannya termasuk duri yang terinjak oleh manusia, bilamana hamba tersebut merasa ikhlas maka ia akan menjadi penghapus akan dosa-dosa hamba tersebut. Allah berfirman dalam berbagai ayat dalam al-Quran bahwa Dia tidak akan berbuat zalim atau menganiaya hambaNya. Artinya apabila seorang hamba berbuat baik, pasti Allah memberikan pahala. Bahkan Allah akan memberikan pahala satu kebaikan dengan melipatkannya menjadi minimal 10 kali lipat, 70 kali lipat, seratus kali lipat,dan tujuh ratus kali lipat. Dan bahkan ada amal-amal yang diberi pahala oleh Allah Swt. seribu kali lipat bahkan tidak terhingga (bighairi hisab) misalnya adalah pahala berbuat sabar.
Allah berfirman:
“(Azab) yang demikian itu adalah disebabkan perbuatan tanganmu sendiri, dan bahwasanya Allah sekali-kali tidak Menganiaya hamba-hamba-Nya.” (Q.S. Ali Imron 3:182).
9)      Al-Fattah
      Al-Fattah artinya adalah Allah Maha Membuka akan pintu rahmatNya. Allah membuka jalan bagi manusia supaya mereka dapat menggali karunia Allah yang menyebar di alam semesta raya ini. Allah juga akan membukakan pintu-pintu kemenangan bagi hamba yang menjalankan perintah-Nya.
      Menurut al-Khattabi, al-Fattah adalah Maha Memberi keputusan hukum bagi hamba-hambaNya.
Dalam surah as-Saba [34]: 26:
“Katakanlah: "Tuhan kita akan mengumpulkan kita semua, kemudian Dia memberi keputusan antara kita dengan benar. dan Dia-lah Maha pemberi keputusan lagi Maha Mengetahui.”
      Ayat ini mengacu pada dikumpulkannya kita pada hari Qiyamat. Untuk diberi keputusan dengan benar dan adil.
      Dikatakan al-Fattah al-Alim adalah Allah Maha Memutuskan dengan ilmu dan Pengetahuan-Nya yang mencakup segala sesuatu, karena Dia Maha mengetahui hakikat atas segala sesuatu.
      Makna al-Fattah lainnya adalah Allah Maha Memutuskan antara orang-orang Mukmin dan kafir.
Dalam surah al-A’raf 7: 89-91, Allah berfirman: 
“Sungguh Kami mengada-adakan kebohongan yang benar terhadap Allah, jika Kami kembali kepada agamamu, sesudah Allah melepaskan Kami dari padanya. dan tidaklah patut Kami kembali kepadanya, kecuali jika Allah, Tuhan Kami menghendaki(nya). pengetahuan Tuhan Kami meliputi segala sesuatu. kepada Allah sajalah Kami bertawakkal. Ya Tuhan Kami, berilah keputusan antara Kami dan kaum Kami dengan hak (adil) dan Engkaulah pemberi keputusan yang sebaik-baiknya.”
      Nabi Muhammad Saw diberi janji oleh Allah berupa isyarat kemenangan bahwasannya Allah akan memberikan pada mereka kemenangan yang dekat, Allah berfirman:
“Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, Maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi Balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya). Serta harta rampasan yang banyak yang dapat mereka ambil. dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Q.s. al-Fath 48:18-19).
Kata al-Fattah juga bisa bermakna Allah Dzat yang Maha memberi Kemenangan.

About me

Hallo Salam kenal saya Salma Urfa dari Pekalongan Jawa Tengah. Saya kelahiran tahun 1998, anak pertama dari tiga bersaudara. Kegiatan sehar...